Featured Video

Selamat Datang Di Kaligrafiqu.com Kaligrafi Gallery

Pengrajin Kaligrafi unik jarum dan Benang Satu-satunya Di indonesia.

Pusat Kerajinan Kaligrafi Unik

Jaminan Kualitas dan Harga Terbaik Kami tawarkan untuk anda.

Murni kerajinan Tangan

Seluruh proses pembuatan kaligrafi kami dikerjakan dengan murni kerajinan tangan (pure hand made) agar nilai seni dan kualitas produk kami terjamin yang terbaik.

menerima pesanan segala macam bentuk dan model Kaligrafi Sesuai Keinginan Anda

anda punya model dan keinginan hiasan kaligrafi sesuai keinginan??? kami siap merealisasikannya.

Berbelanja dan Bershadaqoh bersama kami

setiap 10% hasil penjualan kami sumbangkan untuk pembangunan Masjid dan kaum Dhuafa.

Mencapai Ketenangan Jiwa Yang Islami

J'art Kaligrafi Gallery Pengrajin kaligrafi kaligrafi unik,kaligrafi jarum,kaligrafi islam

Dalam perkembangan hidupnya manusia seringkali berhadapan dgn berbagai masalah yg berat utk diatasinya. Akibatnya timbullah kecemasan ketakutan dan ketidaktenangan bahkan tidak sedikit manusia yg akhirnya kalap sehingga melakukan tindakan-tindakan yg semula dianggap tidak mungkin dilakukannya baik melakukan kejahatan terhadap orang lain seperti pembunuhan termasuk pembunuhan terhadap anggota keluarga sendiri maupun melakukan kejahatan terhadap diri sendiri seperti meminum minuman keras dan obat-obat terlarang hingga tindakan bunuh diri. Oleh krn itu ketenangan dan kedamaian jiwa sangat diperlukan dalam hidup ini yg terasa kian berat dihadapinya. Itu sebabnya tiap orang ingin memiliki ketenangan jiwa. Dengan jiwa yg tenang kehidupan ini dapat dijalani secara teratur dan benar sebagaimana yg dikehendaki Allah dan rasul-Nya. Untuk bisa menggapai ketenangan jiwa banyak orang yg mencapainya dgn cara-cara yg tidak islami sehingga bukan ketengan jiwa yg didapat te tapi malah membawa kesemrawutan dalam jiwanya itu. Untuk itu secara tersurat Alquran menyebutkan beberapa kiat praktis. 1. Dzikrullah Dzikir kepada Allah SWT merupakan kiat utk menggapai ketenangan jiwa yakni dzikir dalam arti selalu ingat kepada Allah dgn menghadirkan nama-Nya di dalam hati dan menyebut nama-Nya dalam berbagai kesempatan. Bila seseorang menyebut nama Allah memang ketenangan jiwa akan diperolehnya. Ketika berada dalam ketakutan lalu berdzikir dalam bentuk menyebut ta’awudz dia menjadi tenang. Ketika berbuat dosa lalu berdzikir dalam bentuk menyebut kalimat istighfar atau taubat dia menjadi tenang kembali krn merasa telah diampuni dosa-dosanya itu. Ketika mendapatkan keni’matan yg berlimpah lalu dia berdzikir dgn menyebut hamdalah maka dia akan meraih ketenangan krn dapat memanfaatkannya dgn baik dan begitulah seterusnya sehingga dgn dzikir ketenangan jiwa akan diperoleh seorang muslim. Allah SWT berfirman yg artinya ” orang-orang yg beriman dan hati mereka menjadi tentram dgn mengingat Allah. Ingatlah hanya dgn mengingat Allah-lah hati menjadi tentram.”. Untuk mencapai ketenangan jiwa dzikir tidak hanya dilakukan dalam bentuk menyebut nama Allah tetapi juga dzikir dgn hati dan perbuatan. Karena itu seorang mukmin selalu berdzikir kepada Allah dalam berbagai kesempatan baik duduk berdiri maupun berbaring. 2. Yakin akan Pertolongan Allah Dalam hidup dan perjuangan seringkali banyak kendala tantangan dan hambatan yg harus dihadapi. Adanya hal-hal itu seringkali membuat manusia menjadi tidak tenang yg membawa pada perasaan takut yg selalu menghantuinya. Ketidaktenangan seperti ini seringkali membuat orang yg menjalani kehidupan menjadi berputus asa dan bagi yg berjuang menjadi takluk bahkan berkhianat.Oleh krn itu agar hati tetap tenang dalam perjuangan menegakkan agama Allah dan dalam menjalani kehidupan yg sesulit apa pun seorang muslim harus yakin dgn adanya pertolongan Allah dan dia juga harus yakin bahwa pertolongan Allah itu tidak hanya diberikan kepada orang-orang yg terdahulu tetapi juga utk orang sekarang dan pada masa mendatang Allah berfirman yg artinya “Dan Allah tidak menjadikan pemberian bala bantuan itu melainkan sebagai khabar gembira bagi mu dan agar tentram hatimu karenanya. Dan kemenangan itu hanyalah dari Allah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” . Dengan memperhatikan betapa banyak bentuk pertolongan yg diberikan Allah kepada para nabi dan generasi sahabat di masa Rasulullah saw maka sekarang pun kita harus yakin akan kemungkinan memperoleh pertolongan Allah itu dan ini membuat kita menjadi tenang dalam hidup ini. Namun harus kita ingat bahwa pertolongan Allah itu seringkali baru datang apabila seorang muslim telah mencapai kesulitan yg sangat atau dipuncak kesulitan sehingga kalau diumpamakan seperti jalan maka jalan itu sudah buntu dan mentok. Dengan keyakinan seperti ini seorang muslim tidak akan pernah cemas dalam menghadapi kesulitan krn memang pada hakikatnya pertolongan Allah itu dekat. Allah berfirman yg artinya “Apakah kamu mengira bahwa kamu akan masuk surga padahal belum datang kepadamu sebagaimana halnya orang-orang terdahulu sebelum kamu? Mereka ditimpa oleh malapetaka dan kesengsaraan serta digoncangkan sehingga berkatalah rasul dan orang-orang yg beriman “Bilakah datangnya pertolongan Allah?” Ingatlah sesungguhnya pertolongan Allah itu amat dekat.” . 3. Memperhatikan Bukti Kekuasaan Allah Kecemasan dan ketidaktenangan jiwa adl krn manusia seringkali terlalu merasa yakin dgn kemampuan dirinya akibatnya kalau ternyata dia merasakan kelemahan pada dirinya dia menjadi takut dan tidak tenang tetapi kalau dia selalu memperhatikan bukti-bukti kekuasaan Allah dia akan menjadi yakin sehingga membuat hatinya menjadi tentram hal ini krn dia sadari akan besarnya kekuasaan Allah yg tidak perlu dicemasi tetapi malah utk dikagumi. Allah berfirman yg artinya “Dan ingatlah ketika Ibrahim berkata ‘Ya Tuhanku perlihatkanlah padaku bagaimana Engkau menghidupkan orang mati’. Allah berfirman ‘Belum yakinkah kamu?’. Ibrahim menjawab ‘Aku telah meyakininya akan tetapi agar hatiku tenang ‘. Allah berfirman ‘ ambillah empat ekor burung lalu cincanglah kemudian letakkan di atas tiap-tiap satu bukit satu satu bagian dari bagian-bagian itu kemudian panggillah mereka niscaya mereka datang kepadamu dgn segera’. Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” . 4. Bersyukur Allah SWT memberikan keni’matan kepada kita dalam jumlah yg amat banyak. Keni’matan itu harus kita syukuri krn dgn bersyukur kepada Allah akan membuat hati menjadi tenang hal ini krn dgn bersyukur keni’matan itu akan bertambah banyak baik banyak dari segi jumlah ataupun minimal terasa banyaknya. Tetapi kalau tidak bersyukur keni’matan yg Allah berikan itu kita anggap sebagai sesuatu yg tidak ada artinya dan meskipun jumlahnya banyak kita merasakan sebagai sesuatu yg sedikit. Apabila manusia tidak bersyukur Allah memberikan azab yg membuat mereka menjadi tidak tenang Allah berfirman yg artinya “Dan Allah telah membuat suatu perumpamaan sebuah negeri yg dahulunya aman lagi tentram rezekinya melimpah ruah dari segenap tempat tetapi nya mengingkari ni’mat-ni’mat Allah; krn itu Allah merasakan kepada mereka pakaian kelaparan dan ketakutan disebabkan apa yg selalu mereka perbuat.” . 5. Tilawah Tasmi’ dan Tadabbur Alquran Alquran adl kitab yg berisi sebaik-baik perkataan diturunkan pada bulan suci Ramadan yg penuh dgn keberkahan karenanya orang yg membaca mendengar bacaan dan mengkaji ayat-ayat suci Alquran niscaya menjadi tenang hatinya manakala dia betul-betul beriman kepada Allah SWT. Allah berfirman yg artinya “Allah telah menurunkan perkataan yg baik Alquran yg serupa lagi berulang-ulang gemetar karenanya kulit orang-orang yg takut kepada Tuhanya kemudian menjadi tenang kulit dan hati mereka di waktu mengingat Allah. Itulah petunjuk Allah dgn kitab itu Dia menunjuki siapa yg dikehendaki-Nya. Dan barangsiapa yg disesatkan Allah maka tidak ada seorang pun pemberi petunjuk baginya.” . Oleh krn itu sebagai mukmin interaksi kita dgn Alquran haruslah sebaik mungkin baik dalam bentuk membaca mendengar bacaan mengkaji maupun mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Manakala interaksi kita terhadap Alquran sudah baik maka mendengar bacaan Alquran saja sudah membuat keimanan kita bertambah kuat yg berarti lbh dari sekedar ketenangan jiwa. Allah berfirman yg artinya “Sesungguhnya orang-orang yg beriman adl mereka yg apabila disebut nama Allah gemetarlah hati mereka dan apabila dibacakan kepada mereka ayat-ayat-Nya bertambahlah iman mereka dan kepada Tuhanlah mereka bertawakkal.” . Dengan berbekal jiwa yg tenang itulah seorang muslim akan mampu menjalani kehidupannya secara baik sebab baik dan tidak sesuatu yg seringkali berpangkal dari persoalan mental atau jiwa. Karena itu Allah SWT memanggil orang yg jiwanya tenang utk masuk ke dalam surga-Nya. Allah berfirman yg artinya “Hai jiwa yg tenang kembalilah kepada Tuhanmu dgn hati yg puas lagi diridhai-Nya. Maka masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku dan masuklah ke dalam surga-Ku.”. Akhirnya menjadi tanggung jawab kita bersama utk memantapkan ketenangan dalam jiwa kita masing-masing sehingga kehidupan ini dapat kita jalani dgn sebaik-baiknya. Oleh Drs. H. Ahmad Yani Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

Memaafkan Itu Indah , Mulia dan Menyehatkan

J'art Kaligrafi Gallery Pengrajin kaligrafi kaligrafi unik,kaligrafi jarum,kaligrafi islam


Mereka ingin sekali ketika suatu saat meninggalkan kampung dunia,lalu berpindah ke kampung akhirat, tidak lagi ada utangpiutang moral maupun material. Tradisi baik ini sangat disenangi Tuhan. Banyak ayat Alquran maupun Hadis yang memuji sikap pemaaf. Tuhan bahkan memiliki sifat pemaaf. Secara psikologis, saling memaafkan itu sehat dan menyehatkan. Yang mendapatkan keuntungan pertama dari sikap memaafkan adalah pihak yang memaafkan,bukan yang dimaafkan.

Ketika seseorang memaafkan orang yang dibenci, seketika itu juga beban emosinya berkurang. Berat-ringannya memaafkan orang itu berkaitan dengan besar-kecilnya rasa kesal atau dendam kita kepada seseorang. Semakin dalam rasa kekesalan,kebencian, dan permusuhan kita kepada seseorang, semakin berat kita untuk memaafkannya. Namun, kalau kita bisa memaafkan, muncul rasa lega dan dada terasa lapang.

Bukankah menyimpan rasa benci dan dendam merupakan beban di manapun kita berada? Rasa benci itu juga bagaikan luka. Bila kebencian sudah berubah menjadi dendam yang menuntut balas, luka itu semakin perih sebelum dendam itu terlaksana. Namun, ketika dendam terlaksana, benarkah luka dan beban berat yang dipikul ke mana-mana tadi akan hilang? Pengalaman seharihari akan mengatakan, “Tidak,” dan permusuhan akan meningkat, yang berarti semakin dalam kita menyayat kulit hati yang telah terluka dan perih tadi.

Jadi, bukankah sesungguhnya memaafkan itu suatu terapi jitu untuk kesehatan kita sendiri? Begitu kita memaafkan seseorang, beban berkurang, luka membaik. Bila benci serta dendam telah hilang sama sekali dari hati kita, kehidupan menjadi sehat dan ringan kita jalani. Orang yang memelihara kebencian dalam dirinya seperti orang yang memelihara penyakit.Itu sungguh suatu tindakan yang bodoh dan konyol. Kalau ingin sehat, jadilah pribadi pemaaf.

Jangan biarkan berlamalama dendam dan kebencian bersemayam di hati. Jangan segansegan mengucapkan terima kasih dan permohonan maaf serta saling memaafkan setiap hari. Namun, mesti dijalani secara tulus agar hati kita terputihkan. Di Indonesia tradisi maaf memaafkan secara massal telah dilembagakan dalam acara Hari Raya Lebaran. Yang muda berkunjung kepada saudara ataupun tetangga yang lebih tua. Ini tradisi sangat bagus yang mesti dilestarikan dari generasi ke generasi.

Pesta Lebaran tidak saja peristiwa sosial budaya, tapi juga peristiwa spiritual sebagai acara syukuran sehabis menunaikan ibadah puasa. Lebaran juga memiliki aspek ekonomis. Bisa jadi banyak pedagang yang tidak berpuasa bahkan lebih banyak mengambil keuntungan ekonomi dari peristiwa Lebaran daripada mereka yang berpuasa. Lihat saja betapa ramainya pusat-pusat perbelanjaan pada hari-hari menjelang Lebaran. Dari sini sudah terlihat bahwa meskipun berpuasa Ramadan dikenakan pada umat Islam, orang lain juga mendapat rahmat dari ibadah puasa.

Mestinya sikap keberagamaan itu, di luar acara puasa dan Lebaran, senantiasa mendatangkan manfaat dan kedamaian bagi orang lain, apa pun agamanya. Ketika orang berpuasa sesungguhnya juga dilatih dan digembleng untuk menjadi orang yang jujur.Bukankah sikap jujur sangat dibutuhkan oleh profesi apa pun? Jadi, baik puasa maupun Lebaran sesungguhnya terkandung pesan dan perbaikan sosial.Antara lain untuk menumbuhkan dan mewujudkan solidaritas sosial sebagaimana diisyaratkan oleh perintah zakat fitrah.

Inti dan semangat zakat adalah menutupi jurang perbedaan kelas sehingga menimbulkan kerawanan sosial. Jika tujuan sosial ini tercapai, ibadah seseorang telah berfungsi dalam kehidupan riil sehari-hari. Dalam kaitan itu kita bisa mengajukan sebuah pertanyaan kepada orang-orang kota yang secara ekonomis telah sukses dan mereka pada waktu Lebaran pulang mudik adalah, mereka membawa berkah atau fitnah kepada orang desa?

Kalau pulang malah ternyata menimbulkan iri hati dan kecemburuan sosial, berarti Lebaran telah menimbulkan fitnah berupa keresahan psikologi bagi orang-orang kampung. Karena itu, barangkali bagi orang yang pulang kampung, kapan pun waktunya, bertingkahlah bijaksana dan simpatik sehingga Lebaran benar-benar membawa berkat, menimbulkan keakraban hati antara sesama sanak famili maupun kawan lama yang sudah sekian bulan atau tahun tidak berjumpa.

Inilah arti silaturahmi, yaitu silah berarti tali penghubung atau pengikat, rahmi artinya kasih sayang yang tulus. Nah, peristiwa Lebaran mestinya juga merupakan media penghubung dan bertatap muka secara fisik dan sekaligus antarhati sanubari yang dalam dan tulus. Dalam istilah agama Lebaran disebut Idul Fitri, yaitu suatu doa, cita, dan harapan bahwa mereka yang telah selesai menunaikan ibadah puasa dan kemudian saling memaafkan, suasana psikologis mereka menjadi bersih,ikhlas,dan lugas bagaikan bayi. Betapa indahnya perilaku bayi.

Apapun yang dilakukan serbaindah dan alami. Orang tua tak akan marah meskipun sang bayi kencing sewaktu dipondong. Mengapa begitu? Salah satu sebabnya adalah hati sang bayi terbebas dari rasa benci. Hatinya tulus dan segala perbuatannya serbalugas. Sementara orang tua pun begitu. Mereka selalu bersikap mencintai dan pemaaf kepada bayinya. Ketika bayi semakin besar, kalaupun orang tuanya kadang kala marah, itu bukan karena benci, tetapi karena cintanya yang diwujudkan dalam bentuk marah untuk mendidik anak.

Alangkah indahnya kalau saja dalam lingkungan keluarga dan pergaulan kita selalu terjalin hubungan cinta kasih yang tulus, yang satu selalu siap memaafkan yang lain. Pribadi yang tumbuh dalam lingkungan yang penuh cinta kasih biasanya akan tumbuh menjadi pribadi yang sehat. Dan memaafkan itu cerminan kebesaran jiwa seseorang dan sekaligus mendatangkan kebahagiaan bagi kedua belah pihak.(*)
Ditulis oleh Komaruddin Hidayat    

Makna dan Hakikat Rukun Iman

J'art Kaligrafi Gallery Pengrajin kaligrafi kaligrafi unik,kaligrafi jarum,kaligrafi islam

 Pengertian

1. Iman Kepada Allah Ta’ala

Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.

2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya

Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).

3. Iman Kepada Kitab-Kitab

Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.

4. Iman Kepada Rasul-rasul

Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.

5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati

Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.

6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.

Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.

Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:

”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…”
(Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).”
(Al-Qomar: 49)

Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)

Sumber:
Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyah li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Pustaka
Attibyan.

Hakikat Rukun Iman

1.Pengertian Rukun Iman

1.1 Definisi: Aqidah

Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan).
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian, pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu" "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89).
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada).
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah.
Dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari   dari buku Aqidah Islamiyah terbitan indonesia



1.2 Definisi Iman
Dalam menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman ialah perkataan Arab yang bererti percaya yang merangkumi ikrar (pengakuan) dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mempraktikkan dengan perbuatan. Ini adalah berdasarkan sebuah hadis yang bermaksud :  "Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan beramal dengan anggota".
(al-Hadis)
Walaupun iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain selain dari dirinya sendiri dan Allah swt namun dapat diketahui oleh orang melalui bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat. Sebaliknya iman yang mantap di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secucuk dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri.

Iman dengan makna tasdiq juga dinamakan akidah di mana rahsianya tidak diketahui sesiapa melainkan orang berkenaan dan Allah swt. Namun demikian manusia mempunyai sifat-sifat lahiriah yang dapat dilihat melalui tingkah laku manusia sama ada melalui percakapan atau perbuatan. Inilah yang menjadi ukuran keimanan seseorang. Adapun segala yang tersirat di dalam hatinya terserah kepada Allah swt. Iman yang melahirkan penyerahan diri kepada Allah itu juga disebut sebagai Islam. Ini bermaksud seseorang yang beriman hendaklah menyerah diri kepada Allah swt dengan menerima segala hukum dan syariat yang diturunkan Ilahi. Penyerahan dan penerimaan ini berlaku dengan dua perkara iaitu
(i) dengan kepercayaan dan pegangan hati yang dinamakan Iman (akidah) dan
(ii) melalui sifat-sifat lahiriah iaitu melalui perkataan dan perbuatan (amalan) dinamakan Islam. Nabi Muhammad saw telah juga menunjukkan penggunaan kalimah Iman dalam pengertian amal sebagaimana sabdanya yang bermaksud : "Iman terbahagi lebih enam puluh bahagian, yang paling tinggi ialah mengucap kalimah "Lailahaillallah" dan yang paling rendah ialah membunag benda-benda yang boleh menyakitkan orang di jalan".
(Riwayat Muslim)
Oleh yang demikian jelas di sini Iman dan Islam mempunyai hubungan yang rapat dan tidak mungkin dipisahkan. Islam umpama pohon sementara Iman umpama akar sesepohon kayu. Kesuburan dan kekuatan akar pokok tersebut dapat dilihat dengan kesuburan pokok pada daun, ranting dan dahannya. Dalam menjelaskan tentang hubungan Iman dan Islam ini kita petik sebuah hadis sabda Nabi saw kepada rombongan Abdul Qias yang bermaksud:
"Aku menyuruh kamu beriman kepada Allah swt yang Maha Esa. Apakah kamu mengerti apa dia yang dikatakan beriman kepada Allah swt yang Maha Esa ". Iaitu penyaksian bahawa tiada tuhan yang disembah melainkan Allah swt yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan menunaikan satu perlima daripada harta rampasan perang".
(Muttafaqun "alaih)
Hadis di atas menjelaskan betapa adanya hubungan yang erat di antara iman dan Islam di mana Islam itu menjadi salah satu daripada perinsip Iman dan Iman pula dilahirkan melalui Islam secara amali, dengan iqrar syahadah dan melaksanakan hukum syariat dalam segala amalan. Sekiranya berlaku iqrar syahadah dan menunaikan fardhu sedangkan hatinya tidak yakin atau tidak percaya serta ragu-ragu terhadap hukum hakam Allah swt maka seseorang itu dihukum tidak beriman walaupun masih dinamakan Islam sebagaimana yang berlaku kepada sesetengah orang-orang Badwi di zaman Rasulullah saw.



1.    Mukadimah:

Rukun Iman ertinya kepercayaan dalam diri. Iman ertinya membenarkan Allah dan membenarkan Nabi Muhammad s.a.w , malaikat-malaikat, kitab kitab, hari kiamat dan juga qadha’ dan qadharNya. Ia merangkumi semua aspek kepercayaan dan kenyakinan adalah mu’min dan mu’minah. Kenyakinan itu adalah penting untuk menanamkan dalam jiwa, bukan sahaja dalam jiwa tapi juga dalam mengenali marifatullah. Bukan senang, untuk kita menjadi mukminin sejati, seperti adanya sabda Allah. Kenali dirimu kemudian kenali Allah.  Ini membawa kita dalam berfikiran lebih mendalam untuk mendekati Allah dan percaya setiap apa yang disampaikan oleh Rasulullaah s.a.w adalah benar. Allah kulli hal. Wallahualam.

Iman dan Islam tidak dapat dipisah, termasuk juga ehsan. Ini menjelaskan banyak perkara yang menjadikan kita berpegang teguh pada ajaran Islam. Islam ertinya tunduk dan patuh untuk menuruti segala yang disampaikan oleh Nabi Muhammad s.a.w dan setiap orang Islam haruslah patuh dengan apa yang dikerjakan dan mengakui Tiada Tuhan melainkan Allah dan Muhammad adalah pesuruhnya. Bagi orang yang ingkar kebenaran agama Islam adalah termasuk orang yang kufur. Kufur bererti mengingkari kebenaran agama Islam dan tidak mengaku kebenaran Allah dan segala ajaran Rasulullaah s.a.w.


2.1 Ada tiga perkara orang orang yang kufur dari petikan buku  Pedoman Ilmu Tauhid tulisan Ustaz Haji Osman Jantan ialah :-
  1. Riddah : ertinya terkeluar dari Islam. Orang yang terkeluar dari Islam ini dinamakan murtad. Apabila seseorang itu telah mengucapkan dua kalimah syahadah atau sesorang yang sudah beragama Islam, kemudian dilakukannya pula sesuatu yang menyebabkan  kekafirannya, maka ia dikirakan telah terkeluar dari Islam.
  2. Nifak ertinya lahirnya saja kelihatan ia Islam tetapi batinnya dan jiwanya tidak beriman.
  3. Syirik: ertinya percaya Tuhan lebih dari satu, atau perbuatan mensekutukan Allah dengan perkara yang lain.

2.2 Dalam memperkatakan hukum terbagi pada tiga macam hukum dalam kepercayaan dan memperaktikan ajaran Islam iatu.
  1. Hukum Syara’ ( syariah)
  2. Hukum Akal ( Aqli )
  3. Hukum Adat ( Adi )



Dalam hukum syara’ adalah termasuk dalam hukum Islam dan hukum akal adalah termasuk hukum iman yang perlu kita tahu terbagi kepada tiga bahagian iatu 1. wajib 2. mustahil 3. Jaiz ( harus). Ketetapan dalam pengertian hukum akal adalah ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh akal dengan jalan pemikiran.


Saya teringat kata Prof Dr Che’ Amnah seorang pensyarah dari U.I.A dalam subjek Aqidah yang saya ikuti salah satu modul kefahaman Aqidah mengatakan : Iqra’ bukan hanya baca tetapi menganalisa atau mengkaji, mencari ilmu, mendalami ilmu, memperaktikan ilmu dan juga kefahaman dalam jiwa kita. Dia pernah membuat diskusi terperinci dimana kefahaman adalah penting dalam mengenali Allah bukan hanya dengan nama nama dan sifat Allah sahaja tapi dalam mengenali hukum hukum syara’. Akal dan juga Aqli. Dalam kefahaman mengenali Allah jangan kurang dari 100% biarlah lebih dari itu.


Begitu juga Prof Dr Muhammad Solihin mengatakan  kefahaman aqidah merupakan satu tanaman dan akar umbi dalam jiwa kita merangkumi dan memperaktikan dalam diri. Gunakan dan penyampaian aqidah menetapkan sesuatu yang lebih jelas untuk menyakinkan bahawa Allah itu Ada dan Maha Melihat. Dalam kehidupan yang sekian adanya kita lihat dari mata dan adanya tidak kelihatan, kita mula berfikir, siapa yang membuatnya kalau tidak ada yang lebih berkuasa dari segala galanya, iatu Allah subhanaallah ta’ala. Yakin adalah satu yang wajib dalam diri kita. Jangan ada curiga dalam sesuatu hal dan berperasangka baiklah dengan Allah.


3.Pengertian Keimanan atau Aqidah:

Pengertian keimanan tersusun enam perkara iatu
1)      Percayaan kepada Allah, percaya dengan nama-namanya yang mulia dan sifat-sifatNya yang tinggi lagi mulia juga pada keagungannya.
2)      Percaya pada malaikat, adanya malaikat sebagai tugas kepadaNya untuk manusia. Setiap tugas malaikat itu adalah kepentingan kepercayaan yang mereka ada disekeliling kita, walaupun kita tidak dapat dalam mata kasar.
3)      Percaya dengan kitab kitabNya yang diturunkan olehNya pada para rasul. Kepentingannya ialah dijadikan sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dengan yang batil, yang baik dan yang jelek, yang halal dan juga yang haram, yang bagus dan juga yang buruk.
4)      Percaya dengan nabi-nabi serta rasul-rasulNya yang dipilih olehNya untuk menjadikan pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh umat.
5)      Percaya dengan hari kiamat yang terjadi di saat itu kebangkitan darikubur (hidup sesudah mati) memperoleh balasan, pahala atau siksa, syurga atau juga neraka.
6)      Percaya kepada takdir ( qadha dan qadar) yang di atas landasannya itulah berjalan peraturan segala yang ada di alam semesta ini, aik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.
Pengertian aqidah ini sebagai wasiat dalam kepercayaan yang harus dipupuk didalam jiwa dan apa juga keadaannya, bahawasanya  Allah itu wujud, malaikat itu juga ada, kitab kitab Allah sebagai panduan, Nabi-nabi dan Rasul-rasul sebagai pembimbing umat, kiamat itu ada dan akan berlaku bila tiba waktunya dan akhir sekali qadha dan qadar segala musibah buruk dan baiknya Allah berikan, diterima dengan redha.

Seperti dalam surah Asy-syura:13:

“ Allah telah mensyariatkan agama untukmu semua iatu yang diwasiatkan kepada Nuh yang Kami wahyukan padamu, juga yang Kami wasiatkan kepada Ibrahim, Musa dan Isa, Hendaklah kamu semua menegakkan agama itu dan jangan berselisih di dalam melaksanakanNya”

Jelaslah dari ayat di atas bahawa yang disyariatkan oleh Allah ta’alah kepada kita itu adalah sebagaimana yang pernah diwasiatkan kepada Rasul-rasulnya yang dahulu-dahulu, yakni agama yang merupakan pokok-pokok aqidah dan tiang-tiang atau rukun rukun keimanan. Jadi bukannya cabang-cabangnya agama atau syariat-syariatnya yang berupa amalan. Sebabnya ialah kerana setiap ummat itu tentu memiliki syariat-syariat amaliah yang sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal –ehwal serta jalan fikiran serta kerohanian mereka itu pula.

Hal ini terang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al maidah:48
“ Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami buatkan aturan dan jalan ( yang harus ditempuhnya)”
dari rujukan buku Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman tulisan Sayid Sabiq mukasurat 8 & 9.



4.Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah:
4.1 Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta,
pimpinan maupun lainnya.

4.2 Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.

4.3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal
kepada Allah.
4.4. Aqidah memberikan kekuatan
kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap
segala ketentuan Allah.

4.5. Aqidah Islamiyah adalah
asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya,
antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih
dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh: Ust. Farid Achmad Okbah dari buku Aqidah Islamiyah terbitan Indonesia

5. Penjelasan:

Orang Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala menyukai amal perbuatan yang paling shalih, dan paling baik. Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang shalilh dan menyuruh mereka mendekat kepada-Nya, mencari kecintaan kepada-Nya, dan mencari perantaraan kepada-Nya.
Oleh karena itu, orang Muslim bertaqarrub (mendekat) kepada Allah Ta'ala dengan amal perbuatan yang shalih, dan perkataan-perkatan yang baik. Ia meminta kepada Allah Ta'ala dan mendekat kepada-Nya dengan Asmaul Husna-Nya, sifat-sifat-Nya yang maha tinggi, beriman kepada-Nya dan Rasul-Nya, mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya, mencintai orang-orang shalih, dan mencintai seluruh kaum mukminin. Ia mendekat kepada Allah Ta'ala dengan ibadah-ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan ibadah-ibadah sunnah. Ia juga mendekat kepada Allah Ta'ala dengan meninggalkan hal-hal haram, dan menjauhi larangan-larangan.
Ia tidak meminta kepada Allah Ta'ala dengan kedudukan salah seorang dari manusia, atau dengan amal perbuatan salah seorang dari hamba-hamba-Nya. Karena kedudukan seseorang itu bukan karena usahanya, dan amal perbuatan seseorang itu bukan berasal dari amal perbuatannya, sehingga ia harus meminta kepada Allah Ta'ala dengannya, atau mempersembahkan perantaraan di depan-Nya dengannya.
Allah Ta'ala tidak menyuruh hamba-hamba-Nya bertaqarrub (mendekat) kepada-Nya dengan selain amal perbuatan mereka, dan selain kebersihan ruhani mereka, namun dengan iman, dan amal shalih, karena dalil-dalil wahyu.
Dalam mempertingkatkan diri kita pada kepercayaan, kita juga boleh menjauhi syirik dan sikap takabur juga riak. Kerana  kita nyakin, tiada yang berkuasa melainNya. Dan kita nyakin bahawasanya apa yang kita miliki adalah pinjaman semata mata.

Pembentukkan kepercayaan adalah bermula pada diri kita sendiri. Pengertian mengenali diri, kemudian ketuhanan dan seterusnya. Dalam penjelasan aqidah iatu rukun islam merupakan satu kemestian dalam kehidupan kita. Banyak yang perlu kita cari, tidak semestinya dengan fahaman enam perkara tapi setiap kepercayaan dari pertama iatu kepercaya adanya tuhan aitu Allah ta’ala adalah kemestian. Dia yang menjadikan Alam, oxygen, dan segala apa yang ada dilangit dan dimuka bumi. Setiap apa yang tersembunyi dan kelihatan. Itu adalah satu kajian dan penyelidikan yang harus kita fahami dan mencari. Begitu juga para malaikat. Bukan sahaja berapa jumlah yang ada, tapi tugasan mereka dan juga setiap  apa yang mereka lakukan termasuk kenapa Allah jadikan malaikat untuk manusia. Itu juga harus difahami. Seperti firman Allah:

"Miraj yang dilalui oleh malaikat-malaikat dan Jibril ke pusat pemerintahanNya (menerima dan menyempurkan tugas) pada satu hari tempohnya lima puluh ribu tahun".
(al-Ma"rij : 4)

Dan firman Allah lagi:
"Segala puji bagi Allah swt yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadikan maalaikat utusan-utusan yang brsayap dua, tiga dan empat". (al-Fath : 1)

 Para Rasul-Rasul Allah. Tujuan Allah tugaskan mereka untuk apa? Kenapa mesti sampaikan kepada umat umatnya dan sebagainya. Kerana setiap manusia perlu ada pembimbing dan guru kalau tanpa mereka, ilmu itu tidak dapat disampaikan. Begitu juga dengan setiap kalamuallah. Kepercayaan kita kepada kitab kitab, pada zaman Rasulullah s.a.w mereka ( orang jahiliah) pada zaman itu mengakui, Al Quran itu bukan dari penulisan Manusia, ia datangnya dari Kalamuallah iatu kalam Allah. Satu lagi contoh yang paling kuat adalah datangnya dari sikap dan akhlaq Rasulullaah s.a.w yang jujur. Kemudian kejadian hari kiamat dan hari pembalasan juga jelas adanya hari kesudahannya dimana kita akan dikumpulkan di Yaumil Masyar dalam penghitungan. Akhir sekali tentang Qadha dan Qadhar Allah. Allah menduga bukan sahaja orang orang yang beriman kepadaNya juga termasuk yang kafir. Allah mahu melihat kepada siapa kita kembali pada saat kebutuhan. Dan Allah juga menciptakan kesabaran pada hamba hambaNya. Samada kita patuh atau tidak. Semua itu ada penjelasannya. Allah sentiasa nantikan jawapan hamba hambanya.

Begitu juga pengalaman saya dalam perbincangan dengan non-believer mereka menjelaskan tentang keesaan ketuhanan mereka dan juga menjelaskan berapa perkara yang sebenarnya mereka sendiri keliru. Bila saya bertanya siapa bapa kepada Isa a.s dan siapa bapa kepada bapanya itu, mereka tidak dapat menjawapnya. Kemudian saya teringat akan firman Allah dalam surah Al ikhlas berbunyi begini:
"Katakanlah (wahai Muhammad) Dialah Allah swt yang Maha Esa. Allah swt tempat meminta (tumpuan). Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak ada sesuatupun yang menyerupaiNya".
(al-Ikhlas : 1-4)
Saya membuat mereka berfikir tentang firman dan surah al ikhlas dan selang berapa minggu mereka ingin mengenali agama Islam di Darul Arqam. Disitulah bermulanya tegak aqidah mereka terhadap Allah dan terus memeluk agama Islam. Begitu juga pengalaman saya berkawan dengan free-thinker. Ujaran mereka seperti setiap apa yang berlaku sudah semulajadi. Tiba tiba terjadi hal yang luar dugaan pada saya. Dia tertumpah kopi diatas meja terus menyebut oh my god. Saya tersenyum, akhirnya anda menyebut God sedangkan anda tidak percaya adanya Allah. Wajahnya berubah, dan kini dia adalah seorang yang taat dalam agama Islam. Perubahan itu jelas terpancar diwajahnya bila dia menyelami ilmu Tauhid.
Kepentingan ilmu tauhid ini penting. Seperti tajuk yang saya pilih pengertian rukun islam mengenali allah ( marifatullah) dan sebagainya. Bukanlah sekadar itu sahaja, tapi banyak perkara dan untuk dijadikan contoh dari sejarah sejarah zaman tamadunnya dan kejatuhan tamadun islam. Pada zaman tamadunnya Islam banyak yang terletak dan kekuatan aqidah dalam diri masing masing dan kejatuhan tamadun pula berpunca pada aqidah yang bertukar kepada kekuasaan politik.
Kemenangan aqidah dalam jiwa kita adalah satu kemenang  berjihad menuju ke jalan Allah dengan bertawakal dan bertawaduk kepadaNya. Dia banyak memberi kita gambaran dalam Al Quran dan begitu Rasulullah s.a.w berfirman dalam hadis mengenali kepercayaan dan keimanan. Tiga perkara penting dalam kehidupan adalah
1.      Ehsan
2.      Iman
3.      Taqwa
Adanya ketiga tiga itu, cukup untuk kita melakukan setiap apa yang diperintah olehNya. Allah maha penyayang dan maha pengasihi. Ehsan adalah melakukan segala kebaikan dan saling sayang menyayangi yang menjadikan diri sebagai fitrah kehidupan yang perlu ada dalam diri kita. Sebenarnya adanya ehsan sudah terpancar didalam perut ibu lagi. Begitulah kita lahir dapat belaian dan kasih sayang dari situ kita mengenal erti keehsanan yang sepatutnya kita pupukkan dalam diri kita sendiri. Iman, iman seperti yang saya jelaskan di atas mengenal kepercayaan dan bukti bukti juga berapa contoh yang tertulis. Begitu juga dengan taqwa merangkumi semua aspek ibadah dan sebagainya. Satu lagi sedang aqidah yang ingin saya ketengahan pada mereka yang syirik menduakan Allah atau percaya pada sesuatu selain dari Allah. Meminta tolong pada bomoh dan jin untuk mendapat kemenangan dalam diri mereka adalah berdosa besar. Boleh termasuk dalam golongan orang yang dimungkari Allah.


Saranan:
Akidah Islam yang ada dalam hati umat Islam kini mungkin tidak begitu mantap menyebabkan mereka tidak dapat mencapai kegemilangan sebagaimana umat Islam di zaman Nabi saw dan para Sahabat. Umat Islam pada hari ini begitu rapuh akidahnya. Lantaran itu mereka amat mudah terpengaruh dengan berbagai-bagai unsur negatif. Kemunduran umat Islam kini kerana mereka semakin jauh dari menghayati Akidah Islam yang sebenar.
Ingin saya sarankan untuk kepentingan mempertingkatkan diri dalam keimanan, menyelami, mendalami, penyelidikan dan tambahkan ilmu dalam Ilmu Tauhid ini penting untuk semua golongan terutama golongan muda bermula dari bila pandai bertutur. Perlu memupukkan kepercayaan pada anak anak kecil sehinggalah golongan dewasa. Kepentingan ini wajib untuk membaiki diri dari semasa ke semasa.
Seperti firman Allah:
"Dia menciptakan beberapa langit tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia mengadakan gunung-ganang di muka bumi supaya jangan ia bergoyang-goyang bersama kamu dan Dia menyebarkan di muka bumi bermacam-macam haiwan. Kami turunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan di muka bumi bermacam-macam tumbuhan yang baik".
(Luqman 31:10)
Dan firman Allah dalam kepentingan dalam Aqidah keimanan :
"Rasulullah telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan juga orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah swt, Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya dan Rasul-RasulNya".
(al-Baqarah : 285)

Semoga kita mendapat manfaatkan untuk dunia dan akhirat dan tidak putus untuk kita diberikan hidayah dariNya. Terima kasih.



Rujukan:

Dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari   dari buku Aqidah Islamiyah terbitan indonesia
Farid Achmad Okbah dari buku Aqidah Islamiyah terbitan Indonesia
Ustaz Osman Jantan Ilmu Tauhid terbitan Singapura
rujukan buku Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman tulisan Sayid Sabiq
Dari tajuk perbincangan dalam kuliyyah Diploma in Islam pada tahun 2006-2007
·         Dr Che’amnah pensyarah dari UIA
·         Dr Mohammad Solihin dari UIA
Berapa rujukan dari pandangan sendiri dalam essei aqidah sewaktu pengambil Diploma in Islam bawah naungan UIA pada tahun 2006-2007
Rujukan juga Al Quran dan terjermahan.




Jazakallah Khair:
Salbiah Sirat
Dalam module Aqidah Islamiyah

Makna dan Hakikat Rukun Islam

J'art Kaligrafi Gallery Pengrajin kaligrafi kaligrafi unik,kaligrafi jarum,kaligrafi islam


Islam dibangun di atas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan keislaman seseorang. Di dalamnya tercakup hukum-hukum Islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. “Sesungguhnya Islam itu dibangun atas lima perkara: bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan shalat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di buIan Ramadhan” (HR. Bukhari Muslim). Bagi siapa saja yang telah mengerjakan Rukun Islam yang lima, belum berarti bahwa ia telah total masuk ke dalam Islam. Ia baru membangun landasan bagi amal-amalnya yang lain. 
Rukun Islam merupakan landasan operasional dari Rukun Iman. Belum cukup dikatakan beriman hanya dengan megerjakan Rukun Islam tanpa ada upaya untuk menegakkannya. Rukun Islam merupakan training/pelatihan bagi orang mukmin menuju mardhotillah/keridhoan Allah.
• Syahadat adalah agreement (perjanjian) antara seorang muslim dengan Allah SWT [7.172]. Seseorang yang telah menyatakan Laa ilaaha ilallaah berarti telah siap untuk fight (bertarung) melawan segala bentuk ilah di luar Allah di da1am kehidupannya [29:2].
• Shalat adalah training: sebagai latihan agar setiap muslim di dalam kehidupannya adalah dalam rangka sujud (beribadah) kepada Allah [6:162]
• Zakat adalah training, yaitu sebagai latihan agar menginfakkan hartanya, karena setiap harta seorang muslim adalah milik Allah.[57:7, 59:7]. “Engkau ambil zakat itu dari orang-orang kaya mereka dan engkau kembalikan kepada orang-orang fakir mereka” (HR Mutafaqun ‘alahi).
• Shaum adalah training, yaitu sebagai latihan pengendalian kebiasaan pada jasmani, yaitu makan dan minum dan ruhani, yaitu hawa nafsu. [2:185]
• Haji adalah training, yaitu sebagai latihan dalam pengorbanan jiwa dan harta di jalan Allah, mengamalkan persatuan dan persamaan derajat dengan sesama manusia. [22:27-28]

Pengertian Rukun Islam secara ringkas
1.1. Pengertian Rukun Islam
Islam dibangun diatas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan bangunan kesilaman seseorang. Di dalamnya tercakup hukum-hukum islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. “Sesungguhnya Islam itu dibangun atas lima perkara : bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari Muslim). Bagi siapa saja yang telah mengerjakan Rukun Islam yang lima, belum berarti ia telah total masuk kedalam Islam. Ia baru membangun landasan bagi amal-amalnya yang lain.

Dalil yang berkaitan dengan rukun islam ini diantaranya :

1. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar -semoga Allah meridloinya- : Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam bersabda :

'Islam dibangun di atas 5 rukun, yaitu : Syahadat bahwa tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah rosul Allah, Mendirikan shalat, Membayar zakat, Puasa ramadhan, dan Barhaji ke Baitullah al Haram'.

2. Sabda Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan dari Amirul Mukminin Umar bin Khathab -semoga Allah meridloinya- ketika Jibril datang dan bertanya tentang Islam kemudian beliau menjawab;

'Islam adalah Bersyahadat bahwa tiada illah selain Allah dan Muhammad adalah rosul Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, berpuasa ramadhan, berhaji jika mampu dalam perjalanannya'.

3. Al Qur'an surat Ali Imran : 18 :
"Allah menyatakan bahwa tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang berilmu (juga menyatakan yang demikian). Tidak ada tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana."

4. Al Qur'an surat At Taubah : 128 :
"sesungguhnya telah datang kepadamu seorang rosul dari kamu sendiri, berat terasa olehnya penderitaanmu, sangat mengiginkan (keimanan dan keselamatan) bagimu, amat belas kasihan lagi penyayang terhadap orang-orang mukmin."

5. Al Qur'an surat Al Bayyinah :5 :
"padahal mereka tidak diperintahkan kecuali supaya beribadah kepada Allah, dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya lagi bersikap lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat serta mengeluarkan zakat. Demikian itulah tuntunan agama yang lurus."

6. Al Qur'an surat Al Baqarah : 183 :
"wahai orang-orang yang beriman diwajibkan kepada kalian untuk berpuasa sebagaimana telah diwajibkan kepada orang-orang sebelum kalian agar kalian bertaqwa."

7. Al Qur'an surat Ali Imran : 97
"padanya terdapat tanda-tanda nyata, (di antaranya) maqam Ibrahim ; barangsiapa yang memasuki (Baitullah itu) menjadi amanlah dia; mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah. Barangsiapa yang mengingkari (kewajiban haji) maka sungguh Allah Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam."

Islam sendiri secara bahasa berarti : tunduk dan patuh.
Sedangkan secara istilah : memperlihatkan kepatuhan - ketundukan dan menampakkan syariat dengan berpegang pada apa yang datang dari Nabi shallallaahu 'alaihi wa sallam sehingga darahnya terlindungi.

Pengertian islam ada 2 :
1. Pengertian Umum : pengertian ini mencakup semua zaman sehingga nabi Ibrahim disebut muslim pada zamannya, kaum Nabi Musa juga disebut muslim pada zamannya begitu juga kaumnya nabi Isa di sebut muslim pada zamannya. Karena mereka tunduk pada syariat Allah yang diturunkan melalui rosul-rosulNya.
2. Pengertian Khusus : mengkhususkan pada syariat nabi Muhammad shallallaahu 'alaihi wa sallam saja yang di sebut islam. Sehingga umat Muhammad saja yang di sebut muslim sedangkan kaum yahudi dan nasrani tidak disebut muslim mereka hanya di sebut ahlu kitab. Kondisi ini terjadi pada saat sekarang ini.

1.2. Isi Rukun Islam
a. Mengucap kalimat syahadat dan menerima bahwa Allah itu tunggal dan Nabi Muhammad s.a.w itu rasul Allah.
b. Menunaikan sholat lima kali sehari.
c. Berpuasa pada bulan Ramadhan.
d. Mengeluarkan zakat.
e. Menunaikan Haji bagi mereka yang mampu.


BAB II
PEMBAHASAN

Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)

2.1. Syahadat
Rukun pertama : Bersaksi tidak ada ilah yang berhak disembah secara hak melainkan Allah dan Muhammad adalah utusan Allah.
Syahadat (persaksian) ini memiliki makna yang harus diketahui seorang muslim berikut diamalkannya. Adapun orang yang mengucapkannya secara lisan namun tidak mengetahui maknanya dan tidak mengamalkannya maka tidak ada manfaat sama sekali dengan syahadatnya.
1.) Makna "La ilaha Illallah"
Yaitu; tidak ada yang berhak diibadahi secara hak di bumi maupun di langit melainkan Allah semata. Dialah ilah yang hak sedang ilah (sesembahan) selain-Nya adalah batil. Sedang Ilah maknanya ma’bud (yang diibadahi).
Ibadah beraneka ragam :
Diantaranya doa yaitu memohon kebutuhan dimana hanya Allah yang mampu melakukannya seperti menurunkan hujan, menyembuhkan orang sakit, menghilangkan kesusahan yang tidak mampu dilakukan oleh makhluk. Seperti pula memohon surga dan selamat dari neraka, memohon keturunan, rizki, kebahagiaan dan sebagainya.
Semua ini tidak boleh dimohonkan kecuali kepada Allah. Siapa yang memohon hal itu kepada makhluk baik masih hidup atau sudah mati berarti ia telah menyembahnya. Allah ta’ala berfirman memerintahkan hamba-hamba-Nya supaya berdoa hanya kepada-Nya berikut mengabarkan bahwa doa itu satu bentuk ibadah. Siapa yang menujukannya kepada selain Allah maka ia termasuk penghuni neraka. “Dan Robmu berfirman :
“Berdoalah kepada-Ku, niscaya Kuperkenankan bagimu. Sesungguhnya orang-orang yang menyombongkan diri dari menyembah-Ku (yakni berdoa kepada-Ku) akan masuk neraka dalam keadaan hina dina (Al Mukmin : 60)”

Allah ta’ala berfirman mengabarkan bahwa semua yang diseru selain Allah tidak memiliki manfaat atau madhorot untuk seorangpun sekalipun yang diseru itu nabi-nabi atau para wali.
Diantara macam ibadah : Menyembelih binatang, bernadzar dan mempersembahkan hewan kurban.
Tidak sah seseorang bertaqarrub (mendekatkan diri kepada Allah) dengan cara menyembelih binatang atau mempersembahkan hewan kurban atau bernadzar kecuali hanya ditujukan kepada Allah semata. Barangsiapa menyembelih karena selain Allah seperti orang yang menyembelih demi kuburan atau jin berarti ia telah menyembah selain Allah dan berhak mendapat laknat-Nya.
Tidak ada yang boleh dimintai bantuan ataupun pertolongan ataupun perlindungan kecuali Allah saja. Allah ta’ala berfirman dalam Al Qur’an Al karim :

“Hanya kepada-Mu kami menyembah dan hanya kepada-Mu kami memohon pertolongan (Al Fatihah:4) ”

“ Katakanlah: Aku berlindung kepada Robb Yang Menguasai Subuh, dari kejahatan makhluk-Nya (Al Falaq:1-2) ”

Manusia tidak boleh bertawakal selain kepada Allah, tidak boleh berharap selain kepada Allah, dan tidak boleh khusyu' melainkan kepada Allah semata.
Bentuk menyekutukan Allah diantaranya berdoa kepada selain Allah baik berupa orang-orang yang masih hidup lagi diagungkan atau kepada penghuni kubur. Melakukan thowaf di kuburan mereka dan meminta dipenuhi hajatnya kepada mereka. Ini merupakan bentuk peribadatan kepada selain Allah dimana pelakunya bukan lagi disebut sebagai seorang muslim sekalipun mengaku Islam, mengucapkan la ila illallah Muhammad rasulullah, mengerjakan sholat, berpuasa dan bahkan haji ke baitullah.

2.) Makna Syahadat “Muhammad Rasulullah”
Makna syahadat Muhammad Rasulullah adalah mengetahui dan meyakini bahwa Muhammad utusan Allah kepada seluruh manusia, dia seorang hamba biasa yang tidak boleh disembah, sekaligus rasul yang tidak boleh didustakan. Akan tetapi harus ditaati dan diikuti. Siapa yang menaatinya masuk surga dan siapa yang mendurhakainya masuk neraka. Selain itu anda juga mengetahui dan meyakini bahwa sumber pengambilan syariat sama saja apakah mengenai syiar-syiar ibadah ritual yang diperintahkan Allah maupun aturan hukum dan syariat dalam segala sector maupun mengenai keputusan halal dan haram. Semua itu tidak boleh kecuali lewat utusan Allah yang bisa menyampaikan syariat-Nya. Oleh karena itu seorang muslim tidak boleh menerima satu syariatpun yang datang bukan lewat Rasul SAW. Allah ta’ala berfirman :

“Apa yang diberikan Rasul kepadamu maka terimalah ia dan apa yang dilarangnya bagimu maka tinggalkanlah (Al Hasyr:7) ”


“Maka demi Robbmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan, kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuh hati (An Nisa’:65) ”

Makna kedua ayat :
1. Pada ayat pertama Allah memerintahkan kaum muslimin pada seluruh yang diperintahkannya dansupaya menaati Rasul-Nya Muhammad berhenti dari seluruh yang dilarangnya. Karena beliau memerintah hanyalah berdasarkan dengan perintah Allah dan melarang berdasar larangan-Nya.
2. Pada ayat kedua Allah bersumpah dengan diri-Nya yang suci bahwa sah iman seseorang kepada Allah dan Rasul-Nya hingga ia mau berhukum kepada Rasul dalam perkara yang diperselisihkan antara dia dengan orang lain, kemudian ia puas keputusannya dan menerima dengan sepenuh hati. Rasul SAW bersabda :

“Barangsiapa mengerjakan suatu amal yang tidak ada contohnya dari urusan kami maka ia tertolak. Diriwayatkan oleh Muslim dan lainnya ”

Amalan yang dianggap termasuk agama namun tidak ada contohnya dari Rasul dikenal dengan istilah bid'ah.

2.2. Shalat
Shalat lima waktu sehari semalam yang Allah syariatkan untuk menjadi sarana interaksi antara Allah dengan seorang muslim dimana ia bermunajat dan berdoa kepada-Nya. Juga untuk menjadi sarana pencegah bagi seorang muslim dari perbuatan keji dan mungkar sehingga ia memperoleh kedamaian jiwa dan badan yang dapat membahagiakannya di dunia dan akhirat.
Allah mensyariatkan dalam shalat, suci badan, pakaian, dan tempat yang digunakan untuk sholat. Maka seorang muslim membersihkan diri dengan air suci dari semua barang najis seperti air kecil dan besar dalam rangka mensucikan badannya dari najis lahir dan hatinya dari najis batin.
Shalat merupakan tiang agama. Ia sebagai rukun terpenting Islam setelah dua kalimat syahadat. Seorang muslim wajib memeliharanya semenjak usia baligh (dewasa) hingga mati. Ia wajib memerintahkannya kepada keluarga dan anak-anaknya semenjak usia tujuh tahun dalam rangka membiasakannya. Allah ta’ala berfirman :
"Sesungguhnya sholat itu adalah kewajiban yang ditentukan waktunya atas orang-orang yang beriman (An Nisa: 103)

Sholat wajib bagi seorang muslim dalam kondisi apapun hingga pada kondisi ketakutan dan sakit. Ia menjalankan sholat sesuai kemampuannya baik dalam keadaan berdiri, duduk maupun berbaring hingga sekalipun tidak mampu kecuali sekedar dengan isyarat mata atau hatinya maka ia boleh sholat dengan isyarat. mengkhabarkan bahwa orang yang meninggalkan sholat itu bukanlah seorangRasul muslim entah laki atau perempuan. Beliau bersabda :

"“Perjanjian antara kami dengan mereka adalah sholat. Siapa yang meninggalkannya berarti telah kafir” Hadits shohih.

Sholat lima waktu itu adalah sholat Shubuh, sholat Dhuhur, sholat Ashar, sholat Maghrib dan sholat Isya’.
Waktu sholat Shubuh dimulai dari munculnya mentari pagi di Timur dan berakhir saat terbit matahari. Tidak boleh menunda sampai akhir waktunya. Waktu sholat Dhuhur dimulai dari condongnya matahari hingga sesuatu sepanjang bayang-bayangnya. Waktu sholat Ashar dimulai setelah habisnya waktu Dhuhur hingga matahari menguning dan tidak boleh menundanya hingga akhir waktu. Akan tetapi ditunaikan selama matahari masih putih cerah. Waktu Maghrib dimulai setelah terbenamnya matahari dan berakhir dengan lenyapnya senja merah dan tidak boleh ditunda hingga akhir waktunya. Sedang waktu sholat Isya’ dimulai setelah habisnya waktu maghrib hingga akhir malam dan tidak boleh ditunda setelah itu.
Seandainya seorang muslim menunda-nunda sekali sholat saja dari ketentuan waktunya hingga keluar waktunya tanpa alasan yang dibenarkan syariat diluar keinginannya maka ia telah melakukan dosa besar. Ia harus bertaubat kepada Allah dan tidak mengulangi lagi.

2.3. Zakat
Allah telah memerintahkan setiap muslim yang memilki harta mencapai nisab untuk mengeluarkan zakat hartanya setiap tahun. Ia berikan kepada yang berhak menerima dari kalangan fakir serta selain mereka yang zakat boleh diserahkan kepada mereka sebagaimana telah diterangkan dalam Al Qur’an.
Nishab emas sebanyak 20 mitsqal. Nishab perak sebanyak 200 dirham atau mata uang kertas yang senilai itu. Barang-barang dagangan dengan segala macam jika nilainya telah mencapai nishab wajib pemiliknya mengeluarkan zakatnya manakala telah berlalu setahun. Nishab biji-bijian dan buah-buahan 300 sha’. Rumah siap jual dikeluarkan zakat nilainya. Sedang rumah siap sewa saja dikeluarkan zakat upahnya. Kadar zakat pada emas, perak dan barang-barang dagangan 2,5 % setiap tahunnya. Pada biji-bijian dan buah-buahan 10 % dari yang diairi tanpa kesulitan seperti yang diairi dengan air sungai, mata air yang mengalir atau hujan. Sedang 5 % pada biji-bijian yang diairi dengan susah seperti yang diairi dengan alat penimba air.
Diantara manfaat mengeluarkan zakat menghibur jiwa orang-orang fakir dan menutupi kebutuhan mereka serta menguatkan ikatan cinta antara mereka dan orang kaya

2.4. Puasa
Puasa pada bulan Ramadhan yaitu bulan kesembilan dari bulan hijriyah. Sifat puasa:
Seorang muslim berniat puasa sebelum waktu shubuh (fajar) terang. Kemudian menahan dari makan, minum dan jima’ (hubungan lain jenis) hingga terbenamnya matahari kemudian berbuka. Ia kerjakan hal itu selama hari bulan Romadhon. Dengan itu ia menghendaki ridho Allah ta’ala dan beribadah kepada-Nya.
Dalam puasa terdapat beberapa manfaat tak terhingga. Diantara yang terpenting :
1. Merupakan ibadah kepada Allah dan menjalankan perintah-Nya. Seorang hamba meninggalkan syahwatnya, makan dan minumnya demi Allah. Hal itu diantara sarana terbesar mencapai taqwa kepada Allah ta’ala.
2. Adapun manfaat puasa dari sudut kesehatan, ekonomi, sosial maka amat banyak. Tidak ada yang dapat mengetahuinya selain mereka yang berpuasa atas dorongan akidah dan iman.

2.5. Haji
Rukun Islam kelima adalah haji ke baitullah Mekkah sekali seumur hidup. Adapun lebihnya maka merupakan sunnah. Dalam ibadah haji terdapat manfaat tak terhingga :
1. Pertama, haji merupakan bentuk ibadah kepada Allah ta’ala dengan ruh, badan dan harta.
2. Kedua, ketika haji kaum muslimin dari segala penjuru dapat berkumpul dan bertemu di satu tempat. Mereka mengenakan satu pakaian dan menyembah satu Robb dalam satu waktu. Tidak ada perbedaan antara pemimpin dan yang dipimpin, kaya maupun miskin, kulit putih maupun kulit hitam. Semua merupakan makhluk dan hamba Allah. Sehingga kaum muslimin dapat bertaaruf (saling kenal) dan taawun (saling tolong menolong). Mereka sama-sama mengingat pada hari Allah membangkitkan mereka semuanya dan mengumpulkan mereka dalam satu tempat untuk diadakan hisab (penghitungan amal) sehingga mereka mengadakan persiapan untuk kehidupan setelah mati dengan mengerjakan ketaatan kepada Allah ta’ala.
Haji adalah rukun (tiang agama) Islam yang kelima setelah syahadat, shalat, zakat dan puasa. Menunaikan ibadah haji adalah bentuk ritual tahunan yang dilaksanakan kaum muslim sedunia yang mampu (material, fisik, dan keilmuan) dengan berkunjung dan melaksanakan beberapa kegiatan di beberapa tempat di Arab Saudi pada suatu waktu yang dikenal sebagai musim haji (bulan Dzulhijjah). Hal ini berbeda dengan ibadah umrah yang bisa dilaksanakan sewaktu-waktu.
Kegiatan inti ibadah haji dimulai pada tanggal 8 Dzulhijjah ketika umat Islam bermalam di Mina, wukuf (berdiam diri) di Padang Arafah pada tanggal 9 Dzulhijjah, dan berakhir setelah melempar jumrah (melempar batu simbolisasi setan) pada tanggal 10 Dzulhijjah. Masyarakat Indonesia lazim juga menyebut hari raya Idul Adha sebagai Hari Raya Haji karena bersamaan dengan perayaan ibadah haji ini menyengaja atau menuju dan mengunjungi. [1] Menurut etimologi bahasa Arab, kata haji mempunyai arti qashd, yakni tujuan, maksud, dan menyengaja. Menurut istilah syara', haji ialah menuju ke Baitullah dan tempat-tempat tertentu untuk melaksanakan amalan-amalan ibadah tertentu pula. Yang dimaksud dengan temat-tempat tertentu dalam definisi diatas, selain Ka'bah dan Mas'a(tempat sa'i), juga Arafah, Muzdalifah, dan Mina. Yang dimaksud dengan waktu tertentu ialah bulan-bulan haji yang dimulai dari Syawal sampai sepuluh hari pertama bulan Dzulhijjah. Adapun amal ibadah tertentu ialah thawaf, sa'i, wukuf, mazbit di Muzdalifah, melontar jumrah, mabit di Mina, dan lain-lain

BAB II
PENUTUP

3.1. Kesimpulan
Islam dibangun diatas lima dasar, yaitu Rukun Islam. Ibarat sebuah rumah, Rukun Islam merupakan tiang-tiang atau penyangga bangunan bangunan kesilaman seseorang. Di dalamnya tercakup hukum-hukum islam yang mengatur seluruh aspek kehidupan manusia. “Sesungguhnya Islam itu dibangun atas lima perkara : bersaksi sesungguhnya tidak ada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusan-Nya, mendirikan sholat, menunaikan zakat, haji ke Baitullah dan puasa di bulan Ramadhan”. (HR. Bukhari Muslim). Bagi siapa saja yang telah mengerjakan Rukun Islam yang lima, belum berarti ia telah total masuk kedalam Islam. Ia baru membangun landasan bagi amal-amalnya yang lain.
Dari Abu Abdirrohman Abdulloh bin Umar bin Khoththob rodhiyallohu ‘anhuma, dia berkata “Aku pernah mendengar Rosululloh shollallohu ‘alaihi wasallam bersabda: ’Islam itu dibangun di atas lima perkara, yaitu: Bersaksi tiada sesembahan yang haq kecuali Alloh dan sesungguhnya Muhammad adalah utusan Alloh, menegakkan sholat, mengeluarkan zakat, mengerjakan haji ke Baitulloh, dan berpuasa pada bulan Romadhon.”(HR.Bukhori dan Muslim)

3.2. Saran
Agar setiap orang islam lebih dapat memahami 5 rukun islam, yaitu Mengucap kalimat syahadat dan menerima bahwa Allah itu tunggal dan Nabi Muhammad s.a.w itu rasul Allah, Menunaikan sholat lima kali sehari, Berpuasa pada bulan Ramadhan, Mengeluarkan zakat dan Menunaikan Haji bagi mereka yang mampu.
Pilar Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.

Lima waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat. Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang lima pilar Islam yang kita kenal dengan rukun Islam. Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya mujibbas Saailiin…
Rujukan:

  1. Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  2. Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  3. Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Pilar Islam Kedua: Menegakkan Sholat
Pilar Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.

Lima waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat. Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang lima pilar Islam yang kita kenal dengan rukun Islam. Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya mujibbas Saailiin…
Rujukan:
  1. Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  2. Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  3. Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Pilar Islam Kedua: Menegakkan Sholat
Pilar Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.

Lima waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat. Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang lima pilar Islam yang kita kenal dengan rukun Islam. Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya mujibbas Saailiin…
Rujukan:
  1. Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  2. Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  3. Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Pilar Islam Kedua: Menegakkan Sholat
Pilar Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.

Lima waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat. Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang lima pilar Islam yang kita kenal dengan rukun Islam. Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya mujibbas Saailiin…
Rujukan:
  1. Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  2. Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  3. Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)
Pilar Islam yang kedua setelah dua kalimat syahadat adalah menegakkan sholat lima waktu. Bahkan sholat ini adalah pembeda antara seorang yang beriman dan yang tidak beriman, sebagaimana sabda Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Sesungguhnya yang memisahkan antara seseorang dengan kesyirikan dan kekufuran adalah meninggalkan sholat.” (HR. Muslim). Oleh karena itu seorang muslim haruslah memperhatikan sholatnya. Namun sungguh suatu hal yang sangat memprihatinkan, banyak kaum muslimin di zaman ini yang meremehkan masalah sholat bahkan terkadang lalai dari mengerjakannya.

Lima waktu sholat tersebut adalah sholat Zhuhur, sholat Ashar, sholat Magrib, Sholat Isya dan Sholat Subuh. Inilah sholat lima waktu yang wajib dilakukan oleh seorang muslim. Mari kita simak sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata, “Sholat lima waktu diwajibkan pada Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam pada malam Isra Mi’raj sebanyak 50 waktu, kemudian berkurang sampai menjadi 5 waktu kemudian beliau diseru, “Wahai Muhammad sesungguhnya perkataan-Ku tidak akan berubah dan pahala 5 waktu ini sama dengan pahala 50 waktu bagimu.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” (QS. Al Isra: 78)
Pada firman Allah,
أَقِمِ الصَّلاَةَ لِدُلُوكِ الشَّمْسِ إِلَى غَسَقِ اللَّيْلِ
“Dirikanlah shalat dari sesudah matahari tergelincir sampai gelap malam.”
Terkandung di dalamnya kewajiban mengerjakan sholat Zuhur sampai dengan Isya kemudian pada firman-Nya,
وَقُرْآنَ الْفَجْرِ إِنَّ قُرْآنَ الْفَجْرِ كَانَ مَشْهُوداً
“Dan (dirikanlah pula shalat) subuh. Sesungguhnya shalat subuh itu disaksikan (oleh malaikat).” terkandung di dalamnya perintah mengerjakan sholat subuh. (Lihat Syarah Aqidah al Wasithiyyah Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin).
Mendirikan sholat adalah kewajiban setiap muslim yang sudah baligh dan berakal. Adapun seorang muslim yang hilang kesadarannya, maka ia tidak diwajibkan mengerjakan sholat berdasarkan hadits dari Ali rodhiallahu ‘anhu dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam beliau berkata, “Pena diangkat dari tiga golongan, dari orang yang tidur sampai dia bangun, dari anak kecil sampai dia mimpi dan dari orang gila sampai dia sembuh.” (HR. Abu Daud No 12,78 dan 4370 Lihat di Shohih Jami’us Shaghir 3513 ).
Walaupun demikian, wali seorang anak kecil wajib menyuruh anaknya untuk sholat agar melatih sang anak menjaga sholat lima waktu. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Perintahkanlah anak kalian yang sudah berumur tujuh tahun untuk mengerjakan sholat, dan pukullah mereka agar mereka mau mengerjakan sholat saat mereka berumur 10 tahun dan pisahkanlah tempat tidur mereka.” (Hasan, Shahih Jami’us Shaghir 5868, HR. Abu Daud)
Pilar Islam Ketiga: Menunaikan Zakat
Inilah rukun Islam yang ketiga yaitu menunaikan zakat. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ حُنَفَاء وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat. dan yang demikian itulah agama yang lurus.” (QS. Al Bayyinah: 5)
Allah subhanahu wa ta’ala juga berfirman ketika mengancam orang-orang yang tidak mau membayar zakatnya,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits dari Abu Hurairoh dari Nabi shalallahu ‘alaihi wa sallam beliau bersabda, “Barang siapa yang diberikan harta oleh Allah namun dia tidak menunaikan zakatnya pada hari kiamat dia akan menghadapi ular jantan yang botak kepalanya karena banyak bisanya dan memiliki dua taring yang akan mengalunginya pada hari kiamat. Kemudian ular tersebut menggigit dua mulutnya dan berkata, aku adalah harta simpananmu, aku adalah hartamu.” Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ayat,
وَلاَ يَحْسَبَنَّ الَّذِينَ يَبْخَلُونَ بِمَا آتَاهُمُ اللّهُ مِن فَضْلِهِ هُوَ خَيْراً لَّهُمْ بَلْ هُوَ شَرٌّ لَّهُمْ سَيُطَوَّقُونَ مَا بَخِلُواْ بِهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَلِلّهِ مِيرَاثُ السَّمَاوَاتِ وَالأَرْضِ وَاللّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ خَبِيرٌ
“Sekali-kali janganlah orang-orang yang bakhil dengan harta yang Allah berikan kepada mereka dari karunia-Nya menyangka, bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka. Sebenarnya kebakhilan itu adalah buruk bagi mereka. Harta yang mereka bakhilkan itu akan dikalungkan kelak di lehernya di hari kiamat. Dan kepunyaan Allah-lah segala warisan (yang ada) di langit dan di bumi. Dan Allah mengetahui apa yang kamu kerjakan.” (QS. Ali Imran: 180)
Pilar Islam Keempat: Berpuasa Pada Bulan Ramadhan
Inilah rukun Islam keempat yang wajib dilakukan oleh seorang muslim yaitu berpuasa selama satu bulan penuh pada bulan Ramadhan dengan menahan makan, minum dan berhubungan suami istri serta pembatal lain dari mulai terbit fajar sampai tenggelamnya matahari. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُواْ كُتِبَ عَلَيْكُمُ الصِّيَامُ كَمَا كُتِبَ عَلَى الَّذِينَ مِن قَبْلِكُمْ لَعَلَّكُمْ تَتَّقُونَ أَيَّاماً مَّعْدُودَاتٍ فَمَن كَانَ مِنكُم مَّرِيضاً أَوْ عَلَى سَفَرٍ فَعِدَّةٌ مِّنْ أَيَّامٍ أُخَرَ وَعَلَى الَّذِينَ يُطِيقُونَهُ فِدْيَةٌ طَعَامُ مِسْكِينٍ فَمَن تَطَوَّعَ خَيْراً فَهُوَ خَيْرٌ لَّهُ وَأَن تَصُومُواْ خَيْرٌ لَّكُمْ إِن كُنتُمْ تَعْلَمُونَ شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertakwa (yaitu) dalam beberapa hari yang tertentu. Maka barangsiapa diantara kamu ada yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa) sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain. Dan wajib bagi orang-orang yang berat menjalankannya (jika mereka tidak berpuasa) membayar fidyah, (yaitu): memberi makan seorang miskin. Barangsiapa yang dengan kerelaan hati mengerjakan kebajikan , maka itulah yang lebih baik baginya. Dan berpuasa lebih baik bagimu jika kamu mengetahui. (Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur’an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa pada bulan itu, dan barangsiapa sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka (wajiblah baginya berpuasa), sebanyak hari yang ditinggalkannya itu, pada hari-hari yang lain. Allah menghendaki kemudahan bagimu, dan tidak menghendaki kesukaran bagimu. Dan hendaklah kamu mencukupkan bilangannya dan hendaklah kamu mengagungkan Allah atas petunjuk-Nya yang diberikan kepadamu, supaya kamu bersyukur.” (QS. Al Baqarah: 183-185)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairah, “Barang siapa yang berpuasa pada bulan Ramadhan karena beriman dengan kewajibannya dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits yang lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah berfirman, seluruh amal anak cucu Adam adalah untuknya sendiri kecuali puasa. Puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang akan membalasnya. Puasa adalah perisai. Jika kalian berpuasa, maka janganlah kalian berbicara kotor atau dengan berteriak-teriak. Jika ada yang menghina kalian atau memukul kalian, maka katakanlah “aku sedang berpuasa” sebanyak dua kali. Demi Zat yang jiwa Muhammad berada di tangan-Nya bau mulut orang yang berpuasa lebih harum di sisi Allah dibandingkan bau minyak kesturi pada hari kiamat nanti. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kebahagiaan, bahagia ketika berbuka berpuasa dan bahagia dengan sebab berpuasa ketika bertemu dengan Rabbnya.” (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dalam hadits lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya di dalam surga terdapat sebuah pintu yang disebut dengan pintu Ar Rayyan. Hanya orang-orang yang sering berpuasa yang akan memasuki pintu tersebut. Mereka dipanggil, “Mana orang-orang yang berpuasa?” kemudian mereka masuk ke dalamnya dan orang-orang selain mereka tidak bisa masuk. Jika mereka sudah masuk, maka tertutup pintu tersebut dan tidak ada lagi yang masuk selain mereka.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Pilar Islam Kelima: Menunaikan Haji ke Baitullah Jika Mampu
Rukun Islam yang kelima yaitu menunaikan haji ke Baitullah jika mampu sekali seumur hidup. Allah subhanahu wa ta’ala berfirman,
وَلِلّهِ عَلَى النَّاسِ حِجُّ الْبَيْتِ مَنِ اسْتَطَاعَ إِلَيْهِ سَبِي
“Mengerjakan haji adalah kewajiban manusia terhadap Allah, yaitu (bagi) orang yang sanggup mengadakan perjalanan ke Baitullah.” (QS. Ali Imran: 97)
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda dalam sebuah hadits yang diriwayatkan dari Abu Hurairoh, “Umroh yang satu dengan yang selanjutnya menjadi pelebur dosa di antara keduanya dan tidak ada pahala yang pantas bagi haji yang mabrur kecuali surga.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Dalam hadits lain yang diriwayatkan dari Abu Hurairah beliau berkata bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah berkhotbah, “Wahai manusia, Allah telah mewajibkan pada kalian ibadah haji, maka berhajilah.” Kemudian ada seorang laki-laki yang berkata, “Apakah pada setiap tahun wahai Rasulullah?” kemudian beliau terdiam sampai-sampai laki-laki itu bertanya sebanyak tiga kali. Kemudian beliau bersabda, “Seandainya aku katakan Iya, niscaya akan wajib bagi kalian padahal kalian tidak mampu. Biarkan apa yang aku tinggalkan karena sesungguhnya sebab kebinasaan orang setelah kalian adalah banyak bertanya dan menyelisihi nabinya. Jika aku perintahkan satu hal maka lakukan semampu kalian dan jika aku melarang sesuatu maka jauhilah.” (HR. Muslim).
Apakah yang dimaksud dengan mampu pada pelaksanaan ibadah haji? Syaikh Abdul ‘Azhim bin Badawi menjelaskan bahwa kemampuan dalam melaksanakan ibadah haji terkait dengan 3 hal yaitu:
Pertama, kesehatan berdasarkan hadits dari ibnu Abbas bahwa ada seorang wanita dari Ja’tsam yang mengadu pada Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah sesungguhnya ayahku terkena kewajiban haji ketika umurnya sudah tua dan ia tidak mampu menaiki tunggangannya, apakah aku boleh berhaji untuknya?” Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Berhajilah untuknya.” (Muttafaqun ‘alaihi)
Kedua, memiliki bekal untuk perjalanan haji pulang-pergi dan memiliki bekal untuk kebutuhan orang-orang yang wajib dia beri nafkah. Hal ini berdasarkan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, “Cukuplah seorang disebut sebagai pendosa jika dia menyia-nyiakan orang yang wajib dia nafkahi.” (HR. Abu Daud)
Ketiga, aman dari gangguan dalam perjalanan. Karena menunaikan haji padahal kondisi tidak aman adalah sebuah bahaya dan bahaya merupakan salah satu penghalang yang disyariatkan.
Penutup
Demikianlah penjelasan ringkas tentang lima pilar Islam yang kita kenal dengan rukun Islam. Semoga apa yang kami sampaikan ini bisa bermanfaat bagi kita semua. Amiin ya mujibbas Saailiin…
Rujukan:
  1. Syarah Arba’in An Nawawiyah, Syaikh Shalih bin Abdil ‘Aziiz Alu Syaikh
  2. Taisir Wushul Ilaa Nailil Ma’mul bi Syarhi Tsalatsatil Ushul, Syaikh Nu’man bin Abdil Kariim Al Watr
  3. Al Wajiiz fii Fiqhis Sunnah wal Kitaabil ‘Aziiz Syaikh Abdul ‘azhim Badawi
  4. Syarah Aqidah al Wasithiyyah (Syaikh Muhammad bin Shalih Al Utsaimin)