J'art Kaligrafi Gallery Pengrajin kaligrafi kaligrafi unik,kaligrafi jarum,kaligrafi islam
Pengertian
Iman dengan makna tasdiq juga dinamakan akidah di mana rahsianya tidak diketahui sesiapa melainkan orang berkenaan dan Allah swt. Namun demikian manusia mempunyai sifat-sifat lahiriah yang dapat dilihat melalui tingkah laku manusia sama ada melalui percakapan atau perbuatan. Inilah yang menjadi ukuran keimanan seseorang. Adapun segala yang tersirat di dalam hatinya terserah kepada Allah swt. Iman yang melahirkan penyerahan diri kepada Allah itu juga disebut sebagai Islam. Ini bermaksud seseorang yang beriman hendaklah menyerah diri kepada Allah swt dengan menerima segala hukum dan syariat yang diturunkan Ilahi. Penyerahan dan penerimaan ini berlaku dengan dua perkara iaitu
"Miraj yang dilalui oleh malaikat-malaikat dan Jibril ke pusat pemerintahanNya (menerima dan menyempurkan tugas) pada satu hari tempohnya lima puluh ribu tahun".
(al-Ma"rij : 4)
Pengertian
1. Iman Kepada Allah Ta’ala
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
4. Iman Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)
Sumber:
Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyah li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Pustaka
Attibyan.
Iman kepada Allah adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah adalah Rabb dan Raja segala sesuatu, Dialah Yang Mencipta, Yang Memberi Rizki, Yang Menghidupkan, dan Yang Mematikan, hanya Dia yang berhak diibadahi. Kepasrahan, kerendahan diri, ketundukan, dan segala jenis ibadah tidak boleh diberikan kepada selain-Nya, Dia memiliki sifat-sifat kesempurnaan, keagungan, dan kemuliaan, serta Dia bersih dari segala cacat dan kekurangan.
2. Iman Kepada Para Malaikat-Nya
Iman kepada malaikat adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah memiliki malaikat-malaikat, yang diciptakan dari cahaya. Mereka, sebagaimana yang telah dijelaskan oleh Allah, adalah hamba-hamba Allah yang dimuliakan. Adapun yang diperintahkan kepada mereka, mereka laksanakan. Mereka bertasbih siang dan malam tanpa berhenti. Mereka melaksanakan tugas masing-masing sesuai dengan yang diperintahkan oleh Allah, sebagaimana disebutkan dalam riwayat-riwayat mutawatir dari nash-nash Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Jadi, setiap gerakan di langit dan di bumi, berasal dari para malaikat yang ditugasi di sana, sebagai pelaksanaan perintah Allah Azza wa Jalla. Maka, wajib mengimani secara tafshil (terperinci), para malaikat yang namanya disebutkan oleh Allah, adapun yang belum disebutkan namanya, wajib mengimani mereka secara ijmal (global).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab
Maksudnya adalah, meyakini dengan sebenarnya bahwa Allah memiliki kitab-kitab yang diturunkan-Nya kepada para nabi dan rasul-Nya, yang benar-benar merupakan Kalam (firman, ucapan)-Nya. Ia adalah cahaya dan petunjuk. Apa yang dikandungnya adalah benar. Tidak ada yang mengetahui jumlahnya selain Allah. Wajib beriman secara ijmal, kecuali yang telah disebutkan namanya oleh Allah, maka wajib baginya mengimaninya secara tafshil, yaitu Taurat, Injil, Zabur, dan Al-Qur’an. Selain wajib mengimani bahwa Al-Qur’an diturunkan dari sisi Allah, wajib pula mengimani bahwa Allah telah mengucapkannya sebagaimana Dia telah mengucapkan seluruh kitab lain yang diturunkan. Wajib pula melaksanakan berbagai perintah dan kewajiban serta menjauhi berbagai larangan yang terdapat di dalamnya. Al-Qur’an merupakan tolok ukur kebenaran kitab-kitab terdahulu. Hanya Al-Qur’anlah yang dijaga oleh Allah dari pergantian dan perubahan. Al-Qur’an adalah Kalam Allah yang diturunkan, dan bukan makhluk, yang berasal dari-Nya dan akan kembali kepada-Nya.
4. Iman Kepada Rasul-rasul
Iman kepada rasul-rasul adalah keyakinan yang kuat bahwa Allah telah mengutus para rasul untuk mengeluarkan manusia dari kegelapan kepada cahaya. Kebijaksanaan-Nya telah menetapkan bahwa Dia mengutus para rasul itu kepada manusia untuk memberi kabar gembira dan ancaman kepada mereka. Maka, wajib beriman kepada semua rasul secara ijmal sebagaimana wajib pula beriman secara tafshil kepada siapa di antara mereka yang disebut namanya oleh Allah, yaitu 25 diantara mereka yang disebutkan oleh Allah dalam Al-Qur’an. Wajib pula beriman bahwa Allah telah mengutus rasul-rasul dan nabi-nabi selain mereka, yang jumlahnya tidak diketahui oleh selain Allah, dan tidak ada yang mengetahui nama-nama mereka selain Allah Yang Maha Mulia dan Maha Tinggi. Wajib pula beriman bahwa Muhammad shalalallahu alaihi wa salam adalah yang paling mulia dan penutup para nabi dan rasul, risalahnya meliputi bangsa jin dan manusia, serta tidak ada nabi setelahnya.
5. Iman Kepada Kebangkitan Setelah Mati
Iman kepada kebangkitan setelah mati adalah keyakinan yang kuat tentang adanya negeri akhirat. Di negeri itu Allah akan membalas kebaikan orang-orang yang berbuat baik dan kejahatan orang-orang yang berbuat jahat. Allah mengampuni dosa apapun selain syirik, jika Dia menghendaki. Pengertian alba’ts (kebangkitan) menurut syar’i adalah dipulihkannya badan dan dimasukkannya kembali nyawa ke dalamnya, sehingga manusia keluar dari kubur seperti belalang-belalang yang bertebaran dalam keadaan hidup dan bersegera mendatangi penyeru. Kita memohon ampunan dan kesejahteraan kepada Allah, baik di dunia maupun di akhirat.
6. Iman Kepada Takdir Yang Baik Maupun Yang Buruk Dari Allah Ta’ala.
Iman kepada takdir adalah meyakini secara sungguh-sungguh bahwa segala kebaikan dan keburukan itu terjadi karena takdir Allah. Allah ta’ala telah mengetahui kadar dan waktu terjadinya segala sesuatu sejak zaman azali, sebelum menciptakan dan mengadakannya dengan kekuasaan dan kehendak-Nya, sesuai dengan apa yang telah diketahui-Nya itu. Allah telah menulisnya pula di dalam Lauh Mahfuzh sebelum menciptakannya.
Banyak sekali dalil mengenai keenam rukun Iman ini, baik dari segi Al-Qur’an maupun As-Sunnah. Diantaranya adalah firman Allah Ta’ala:
”Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur
dan barat itu suatu kebaktian, akan tetapi sesungguhnya kebaktian itu ialah
beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, dan
nabi-nabi…” (Al-Baqarah:177)
”Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu
menurut qadar (ukuran).” (Al-Qomar: 49)
Juga sabda Nabi shalallahu alaihi wa salam dalam hadits Jibril:
”Hendaklah engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikatNya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasulNya, dan hari akhir. Dan engkau beriman kepada takdir Allah, yang baik maupun yang buruk.” (HR Muslim)
Sumber:
Syarh Al-’Aqidah Al-Wasithiyah li Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah, Sa’id bin Ali bin Wahf Al-Qahthaniy, Pustaka
Attibyan.
Hakikat Rukun Iman
1.Pengertian Rukun Iman 
1.1 Definisi: Aqidah
Kata "‘aqidah" diambil dari kata dasar "al-‘aqdu" yaitu ar-rabth(ikatan), al-Ibraam (pengesahan), al-ihkam(penguatan), at-tawatstsuq(menjadi kokoh, kuat), asy-syaddu biquwwah(pengikatan dengan kuat), at-tamaasuk(pengokohan) dan al-itsbaatu(penetapan). Di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin(keyakinan) dan al-jazmu(penetapan). 
"Al-‘Aqdu" (ikatan) lawan kata dari al-hallu(penguraian,  pelepasan). Dan kata tersebut diambil dari kata kerja: " ‘Aqadahu"  "Ya'qiduhu" (mengikatnya), " ‘Aqdan" (ikatan sumpah), dan " ‘Uqdatun  Nikah" (ikatan menikah). Allah Ta'ala berfirman, "Allah tidak  menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpahmu yang tidak dimaksud (untuk  bersumpah), tetapi dia menghukum kamu disebabkan sumpah-sumpah yang kamu  sengaja ..." (Al-Maa-idah : 89). 
Aqidah artinya ketetapan yang tidak ada keraguan pada orang yang mengambil keputusan. Sedang pengertian aqidah dalam agama maksudnya adalah berkaitan dengan keyakinan bukan perbuatan. Seperti aqidah dengan adanya Allah dan diutusnya pada Rasul. Bentuk jamak dari aqidah adalah aqa-id. (Lihat kamus bahasa: Lisaanul ‘Arab, al-Qaamuusul Muhiith dan al-Mu'jamul Wasiith: (bab: ‘Aqada). 
Jadi kesimpulannya, apa yang telah menjadi ketetapan hati seorang secara pasti adalah aqidah; baik itu benar ataupun salah. 
Dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari   dari buku Aqidah Islamiyah terbitan indonesia
1.2 Definisi Iman 
Dalam  menjelaskan definisi akidah ada disebut perkataan kepercayaan atau  keimanan. Ini disebabkan Iman merupakan unsur utama kepada akidah. Iman  ialah perkataan Arab yang bererti percaya yang merangkumi ikrar  (pengakuan) dengan lidah, membenarkan dengan hati dan mempraktikkan  dengan perbuatan. Ini adalah berdasarkan sebuah hadis yang bermaksud :   "Iman itu ialah mengaku dengan lidah, membenarkan di dalam hati dan  beramal dengan anggota". 
(al-Hadis)
(al-Hadis)
Walaupun  iman itu merupakan peranan hati yang tidak diketahui oleh orang lain  selain dari dirinya sendiri dan Allah swt namun dapat diketahui oleh  orang melalui bukti-bukti amalan. Iman tidak pernah berkompromi atau  bersekongkol dengan kejahatan dan maksiat. Sebaliknya iman yang mantap  di dada merupakan pendorong ke arah kerja-kerja yang sesuai dan secucuk  dengan kehendak dan tuntutan iman itu sendiri. 
Iman dengan makna tasdiq juga dinamakan akidah di mana rahsianya tidak diketahui sesiapa melainkan orang berkenaan dan Allah swt. Namun demikian manusia mempunyai sifat-sifat lahiriah yang dapat dilihat melalui tingkah laku manusia sama ada melalui percakapan atau perbuatan. Inilah yang menjadi ukuran keimanan seseorang. Adapun segala yang tersirat di dalam hatinya terserah kepada Allah swt. Iman yang melahirkan penyerahan diri kepada Allah itu juga disebut sebagai Islam. Ini bermaksud seseorang yang beriman hendaklah menyerah diri kepada Allah swt dengan menerima segala hukum dan syariat yang diturunkan Ilahi. Penyerahan dan penerimaan ini berlaku dengan dua perkara iaitu
(i) dengan kepercayaan dan pegangan hati yang dinamakan Iman (akidah) dan 
(ii)  melalui sifat-sifat lahiriah iaitu melalui perkataan dan perbuatan  (amalan) dinamakan Islam. Nabi Muhammad saw telah juga menunjukkan  penggunaan kalimah Iman dalam pengertian amal sebagaimana sabdanya yang  bermaksud : "Iman terbahagi lebih enam puluh bahagian, yang paling  tinggi ialah mengucap kalimah "Lailahaillallah" dan yang paling rendah  ialah membunag benda-benda yang boleh menyakitkan orang di jalan". 
(Riwayat Muslim)
(Riwayat Muslim)
Oleh  yang demikian jelas di sini Iman dan Islam mempunyai hubungan yang  rapat dan tidak mungkin dipisahkan. Islam umpama pohon sementara Iman  umpama akar sesepohon kayu. Kesuburan dan kekuatan akar pokok tersebut  dapat dilihat dengan kesuburan pokok pada daun, ranting dan dahannya.  Dalam menjelaskan tentang hubungan Iman dan Islam ini kita petik sebuah  hadis sabda Nabi saw kepada rombongan Abdul Qias yang bermaksud: 
"Aku menyuruh kamu beriman kepada Allah swt yang Maha Esa. Apakah kamu mengerti apa dia yang dikatakan beriman kepada Allah swt yang Maha Esa ". Iaitu penyaksian bahawa tiada tuhan yang disembah melainkan Allah swt yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan menunaikan satu perlima daripada harta rampasan perang".
(Muttafaqun "alaih)
"Aku menyuruh kamu beriman kepada Allah swt yang Maha Esa. Apakah kamu mengerti apa dia yang dikatakan beriman kepada Allah swt yang Maha Esa ". Iaitu penyaksian bahawa tiada tuhan yang disembah melainkan Allah swt yang Maha Esa, tiada sekutu baginya, mendirikan sembahyang, mengeluarkan zakat dan menunaikan satu perlima daripada harta rampasan perang".
(Muttafaqun "alaih)
Hadis  di atas menjelaskan betapa adanya hubungan yang erat di antara iman dan  Islam di mana Islam itu menjadi salah satu daripada perinsip Iman dan  Iman pula dilahirkan melalui Islam secara amali, dengan iqrar syahadah  dan melaksanakan hukum syariat dalam segala amalan. Sekiranya berlaku  iqrar syahadah dan menunaikan fardhu sedangkan hatinya tidak yakin atau  tidak percaya serta ragu-ragu terhadap hukum hakam Allah swt maka  seseorang itu dihukum tidak beriman walaupun masih dinamakan Islam  sebagaimana yang berlaku kepada sesetengah orang-orang Badwi di zaman  Rasulullah saw.
1.    Mukadimah:
Rukun  Iman ertinya kepercayaan dalam diri. Iman ertinya membenarkan Allah dan  membenarkan Nabi Muhammad s.a.w , malaikat-malaikat, kitab kitab, hari  kiamat dan juga qadha’ dan qadharNya. Ia merangkumi semua aspek  kepercayaan dan kenyakinan adalah mu’min dan mu’minah. Kenyakinan itu  adalah penting untuk menanamkan dalam jiwa, bukan sahaja dalam jiwa tapi  juga dalam mengenali marifatullah. Bukan senang, untuk kita menjadi  mukminin sejati, seperti adanya sabda Allah. Kenali dirimu kemudian  kenali Allah.  Ini membawa kita  dalam berfikiran lebih mendalam untuk mendekati Allah dan percaya setiap  apa yang disampaikan oleh Rasulullaah s.a.w adalah benar. Allah kulli  hal. Wallahualam.
Iman  dan Islam tidak dapat dipisah, termasuk juga ehsan. Ini menjelaskan  banyak perkara yang menjadikan kita berpegang teguh pada ajaran Islam.  Islam ertinya tunduk dan patuh untuk menuruti segala yang disampaikan  oleh Nabi Muhammad s.a.w dan setiap orang Islam haruslah patuh dengan  apa yang dikerjakan dan mengakui Tiada Tuhan melainkan Allah dan  Muhammad adalah pesuruhnya. Bagi orang yang ingkar kebenaran agama Islam  adalah termasuk orang yang kufur. Kufur bererti mengingkari kebenaran  agama Islam dan tidak mengaku kebenaran Allah dan segala ajaran  Rasulullaah s.a.w.
2.1 Ada tiga perkara orang orang yang kufur dari petikan buku  Pedoman Ilmu Tauhid tulisan Ustaz Haji Osman Jantan ialah :-
- Riddah : ertinya terkeluar dari Islam. Orang yang terkeluar dari Islam ini dinamakan murtad. Apabila seseorang itu telah mengucapkan dua kalimah syahadah atau sesorang yang sudah beragama Islam, kemudian dilakukannya pula sesuatu yang menyebabkan kekafirannya, maka ia dikirakan telah terkeluar dari Islam.
 - Nifak ertinya lahirnya saja kelihatan ia Islam tetapi batinnya dan jiwanya tidak beriman.
 - Syirik: ertinya percaya Tuhan lebih dari satu, atau perbuatan mensekutukan Allah dengan perkara yang lain.
 
2.2 Dalam memperkatakan hukum terbagi pada tiga macam hukum dalam kepercayaan dan memperaktikan ajaran Islam iatu.
- Hukum Syara’ ( syariah)
 - Hukum Akal ( Aqli )
 - Hukum Adat ( Adi )
 
Dalam  hukum syara’ adalah termasuk dalam hukum Islam dan hukum akal adalah  termasuk hukum iman yang perlu kita tahu terbagi kepada tiga bahagian  iatu 1. wajib 2. mustahil 3. Jaiz ( harus). Ketetapan dalam pengertian  hukum akal adalah ketetapan atau keputusan yang dibuat oleh akal dengan  jalan pemikiran.
Saya  teringat kata Prof Dr Che’ Amnah seorang pensyarah dari U.I.A dalam  subjek Aqidah yang saya ikuti salah satu modul kefahaman Aqidah  mengatakan : Iqra’ bukan hanya baca tetapi menganalisa atau mengkaji,  mencari ilmu, mendalami ilmu, memperaktikan ilmu dan juga kefahaman  dalam jiwa kita. Dia pernah membuat diskusi terperinci dimana kefahaman  adalah penting dalam mengenali Allah bukan hanya dengan nama nama dan  sifat Allah sahaja tapi dalam mengenali hukum hukum syara’. Akal dan  juga Aqli. Dalam kefahaman mengenali Allah jangan kurang dari 100%  biarlah lebih dari itu.
Begitu juga Prof Dr Muhammad Solihin mengatakan  kefahaman  aqidah merupakan satu tanaman dan akar umbi dalam jiwa kita merangkumi  dan memperaktikan dalam diri. Gunakan dan penyampaian aqidah menetapkan  sesuatu yang lebih jelas untuk menyakinkan bahawa Allah itu Ada dan Maha  Melihat. Dalam kehidupan yang sekian adanya kita lihat dari mata dan  adanya tidak kelihatan, kita mula berfikir, siapa yang membuatnya kalau  tidak ada yang lebih berkuasa dari segala galanya, iatu Allah  subhanaallah ta’ala. Yakin adalah satu yang wajib dalam diri kita.  Jangan ada curiga dalam sesuatu hal dan berperasangka baiklah dengan  Allah.
3.Pengertian Keimanan atau Aqidah:
Pengertian keimanan tersusun enam perkara iatu
1)      Percayaan kepada Allah, percaya dengan nama-namanya yang mulia dan sifat-sifatNya yang tinggi lagi mulia juga pada keagungannya.
2)      Percaya pada malaikat,  adanya malaikat sebagai tugas kepadaNya untuk manusia. Setiap tugas  malaikat itu adalah kepentingan kepercayaan yang mereka ada disekeliling  kita, walaupun kita tidak dapat dalam mata kasar.
3)      Percaya dengan kitab kitabNya  yang diturunkan olehNya pada para rasul. Kepentingannya ialah dijadikan  sebagai batas untuk mengetahui antara yang hak dengan yang batil, yang  baik dan yang jelek, yang halal dan juga yang haram, yang bagus dan juga  yang buruk.
4)      Percaya dengan nabi-nabi serta rasul-rasulNya yang dipilih olehNya untuk menjadikan pembimbing kearah petunjuk serta pemimpin seluruh umat.
5)      Percaya dengan hari kiamat  yang terjadi di saat itu kebangkitan darikubur (hidup sesudah mati)  memperoleh balasan, pahala atau siksa, syurga atau juga neraka.
6)      Percaya kepada takdir ( qadha dan qadar)  yang di atas landasannya itulah berjalan peraturan segala yang ada di  alam semesta ini, aik dalam penciptaan atau cara mengaturnya.
Pengertian aqidah ini sebagai wasiat dalam kepercayaan yang harus dipupuk didalam jiwa dan apa juga keadaannya, bahawasanya  Allah  itu wujud, malaikat itu juga ada, kitab kitab Allah sebagai panduan,  Nabi-nabi dan Rasul-rasul sebagai pembimbing umat, kiamat itu ada dan  akan berlaku bila tiba waktunya dan akhir sekali qadha dan qadar segala  musibah buruk dan baiknya Allah berikan, diterima dengan redha. 
Seperti dalam surah Asy-syura:13:
“  Allah telah mensyariatkan agama untukmu semua iatu yang diwasiatkan  kepada Nuh yang Kami wahyukan padamu, juga yang Kami wasiatkan kepada  Ibrahim, Musa dan Isa, Hendaklah kamu semua menegakkan agama itu dan  jangan berselisih di dalam melaksanakanNya”
Jelaslah  dari ayat di atas bahawa yang disyariatkan oleh Allah ta’alah kepada  kita itu adalah sebagaimana yang pernah diwasiatkan kepada  Rasul-rasulnya yang dahulu-dahulu, yakni agama yang merupakan  pokok-pokok aqidah dan tiang-tiang atau rukun rukun keimanan. Jadi  bukannya cabang-cabangnya agama atau syariat-syariatnya yang berupa  amalan. Sebabnya ialah kerana setiap ummat itu tentu memiliki  syariat-syariat amaliah yang sesuai dengan keadaan mereka sendiri, hal  –ehwal serta jalan fikiran serta kerohanian mereka itu pula.
Hal ini terang disebutkan dalam firman Allah Ta’ala dalam surah Al maidah:48
“ Untuk masing-masing dari kamu semua itu Kami buatkan aturan dan jalan ( yang harus ditempuhnya)”
dari rujukan buku Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman tulisan Sayid Sabiq mukasurat 8 & 9.
4.Faedah yang akan diperoleh orang yang menguasai Aqidah Islamiyah adalah: 
4.1 Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta,
pimpinan maupun lainnya.
4.2 Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
4.3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal
kepada Allah.
4.4. Aqidah memberikan kekuatan
kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap
segala ketentuan Allah.
4.5. Aqidah Islamiyah adalah
asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya,
antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih
dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
4.1 Membebaskan dirinya dari ubudiyah / penghambaan kepada selain Allah, baik bentuknya kekuasaan, harta,
pimpinan maupun lainnya.
4.2 Membentuk pribadi yang seimbang yaitu selalu kepada Allah baik dalam keadaan suka maupun duka.
4.3. Dia merasa aman dari berbagai macam rasa takut dan cemas. Takut kepada kurang rizki, terhadap jiwa, harta,
keluarga, jin dan seluruh manusia termasuk takut mati. Sehingga dia penuh tawakkal
kepada Allah.
4.4. Aqidah memberikan kekuatan
kepada jiwa , sekokoh gunung. Dia hanya berharap kepada Allah dan ridho terhadap
segala ketentuan Allah.
4.5. Aqidah Islamiyah adalah
asas persaudaraan / ukhuwah dan persamaan. Tidak beda antara miskin dan kaya,
antara pinter dan bodoh, antar pejabat dan rakyat jelata, antara kulit putih
dan hitam dan antara Arab dan bukan, kecuali takwanya disisi Allah SWT.
Oleh: Ust. Farid Achmad Okbah dari buku Aqidah Islamiyah terbitan Indonesia
5. Penjelasan:
Orang  Muslim beriman bahwa Allah Ta'ala menyukai amal perbuatan yang paling  shalih, dan paling baik. Dia mencintai hamba-hamba-Nya yang shalilh dan  menyuruh mereka mendekat kepada-Nya, mencari kecintaan kepada-Nya, dan  mencari perantaraan kepada-Nya. 
Oleh  karena itu, orang Muslim bertaqarrub (mendekat) kepada Allah Ta'ala  dengan amal perbuatan yang shalih, dan perkataan-perkatan yang baik. Ia  meminta kepada Allah Ta'ala dan mendekat kepada-Nya dengan Asmaul  Husna-Nya, sifat-sifat-Nya yang maha tinggi, beriman kepada-Nya dan  Rasul-Nya, mencintai-Nya dan mencintai Rasul-Nya, mencintai orang-orang  shalih, dan mencintai seluruh kaum mukminin. Ia mendekat kepada Allah  Ta'ala dengan ibadah-ibadah seperti shalat, zakat, puasa, haji dan  ibadah-ibadah sunnah. Ia juga mendekat kepada Allah Ta'ala dengan  meninggalkan hal-hal haram, dan menjauhi larangan-larangan. 
Ia  tidak meminta kepada Allah Ta'ala dengan kedudukan salah seorang dari  manusia, atau dengan amal perbuatan salah seorang dari hamba-hamba-Nya.  Karena kedudukan seseorang itu bukan karena usahanya, dan amal perbuatan  seseorang itu bukan berasal dari amal perbuatannya, sehingga ia harus  meminta kepada Allah Ta'ala dengannya, atau mempersembahkan perantaraan  di depan-Nya dengannya. 
Allah  Ta'ala tidak menyuruh hamba-hamba-Nya bertaqarrub (mendekat) kepada-Nya  dengan selain amal perbuatan mereka, dan selain kebersihan ruhani  mereka, namun dengan iman, dan amal shalih, karena dalil-dalil wahyu.
Dalam mempertingkatkan diri kita pada kepercayaan, kita juga boleh menjauhi syirik dan sikap takabur juga riak. Kerana  kita nyakin, tiada yang berkuasa melainNya. Dan kita nyakin bahawasanya apa yang kita miliki adalah pinjaman semata mata.
Pembentukkan  kepercayaan adalah bermula pada diri kita sendiri. Pengertian mengenali  diri, kemudian ketuhanan dan seterusnya. Dalam penjelasan aqidah iatu  rukun islam merupakan satu kemestian dalam kehidupan kita. Banyak yang  perlu kita cari, tidak semestinya dengan fahaman enam perkara tapi  setiap kepercayaan dari pertama iatu kepercaya adanya tuhan aitu Allah  ta’ala adalah kemestian. Dia yang menjadikan Alam, oxygen, dan segala  apa yang ada dilangit dan dimuka bumi. Setiap apa yang tersembunyi dan  kelihatan. Itu adalah satu kajian dan penyelidikan yang harus kita  fahami dan mencari. Begitu juga para malaikat. Bukan sahaja berapa  jumlah yang ada, tapi tugasan mereka dan juga setiap  apa yang mereka lakukan termasuk kenapa Allah jadikan malaikat untuk manusia. Itu juga harus difahami. Seperti firman Allah:
"Miraj yang dilalui oleh malaikat-malaikat dan Jibril ke pusat pemerintahanNya (menerima dan menyempurkan tugas) pada satu hari tempohnya lima puluh ribu tahun".
(al-Ma"rij : 4)
Dan firman Allah lagi:
"Segala  puji bagi Allah swt yang menciptakan langit dan bumi, yang menjadikan  maalaikat utusan-utusan yang brsayap dua, tiga dan empat". (al-Fath : 1)  
 Para  Rasul-Rasul Allah. Tujuan Allah tugaskan mereka untuk apa? Kenapa mesti  sampaikan kepada umat umatnya dan sebagainya. Kerana setiap manusia  perlu ada pembimbing dan guru kalau tanpa mereka, ilmu itu tidak dapat  disampaikan. Begitu juga dengan setiap kalamuallah. Kepercayaan kita  kepada kitab kitab, pada zaman Rasulullah s.a.w mereka ( orang jahiliah)  pada zaman itu mengakui, Al Quran itu bukan dari penulisan Manusia, ia  datangnya dari Kalamuallah iatu kalam Allah. Satu lagi contoh yang  paling kuat adalah datangnya dari sikap dan akhlaq Rasulullaah s.a.w  yang jujur. Kemudian kejadian hari kiamat dan hari pembalasan juga jelas  adanya hari kesudahannya dimana kita akan dikumpulkan di Yaumil Masyar  dalam penghitungan. Akhir sekali tentang Qadha dan Qadhar Allah. Allah  menduga bukan sahaja orang orang yang beriman kepadaNya juga termasuk  yang kafir. Allah mahu melihat kepada siapa kita kembali pada saat  kebutuhan. Dan Allah juga menciptakan kesabaran pada hamba hambaNya.  Samada kita patuh atau tidak. Semua itu ada penjelasannya. Allah  sentiasa nantikan jawapan hamba hambanya.
Begitu  juga pengalaman saya dalam perbincangan dengan non-believer mereka  menjelaskan tentang keesaan ketuhanan mereka dan juga menjelaskan berapa  perkara yang sebenarnya mereka sendiri keliru. Bila saya bertanya siapa  bapa kepada Isa a.s dan siapa bapa kepada bapanya itu, mereka tidak  dapat menjawapnya. Kemudian saya teringat akan firman Allah dalam surah  Al ikhlas berbunyi begini:
"Katakanlah  (wahai Muhammad) Dialah Allah swt yang Maha Esa. Allah swt tempat  meminta (tumpuan). Dia tidak beranak dan tidak diperanakkan. Dan tidak  ada sesuatupun yang menyerupaiNya". 
(al-Ikhlas : 1-4)
(al-Ikhlas : 1-4)
Saya  membuat mereka berfikir tentang firman dan surah al ikhlas dan selang  berapa minggu mereka ingin mengenali agama Islam di Darul Arqam.  Disitulah bermulanya tegak aqidah mereka terhadap Allah dan terus  memeluk agama Islam. Begitu juga pengalaman saya berkawan dengan  free-thinker. Ujaran mereka seperti setiap apa yang berlaku sudah  semulajadi. Tiba tiba terjadi hal yang luar dugaan pada saya. Dia  tertumpah kopi diatas meja terus menyebut oh my god. Saya tersenyum,  akhirnya anda menyebut God sedangkan anda tidak percaya adanya Allah.  Wajahnya berubah, dan kini dia adalah seorang yang taat dalam agama  Islam. Perubahan itu jelas terpancar diwajahnya bila dia menyelami ilmu  Tauhid.
Kepentingan  ilmu tauhid ini penting. Seperti tajuk yang saya pilih pengertian rukun  islam mengenali allah ( marifatullah) dan sebagainya. Bukanlah sekadar  itu sahaja, tapi banyak perkara dan untuk dijadikan contoh dari sejarah  sejarah zaman tamadunnya dan kejatuhan tamadun islam. Pada zaman  tamadunnya Islam banyak yang terletak dan kekuatan aqidah dalam diri  masing masing dan kejatuhan tamadun pula berpunca pada aqidah yang  bertukar kepada kekuasaan politik.
Kemenangan aqidah dalam jiwa kita adalah satu kemenang  berjihad  menuju ke jalan Allah dengan bertawakal dan bertawaduk kepadaNya. Dia  banyak memberi kita gambaran dalam Al Quran dan begitu Rasulullah s.a.w  berfirman dalam hadis mengenali kepercayaan dan keimanan. Tiga perkara  penting dalam kehidupan adalah
1.      Ehsan
2.      Iman 
3.      Taqwa
Adanya  ketiga tiga itu, cukup untuk kita melakukan setiap apa yang diperintah  olehNya. Allah maha penyayang dan maha pengasihi. Ehsan adalah melakukan  segala kebaikan dan saling sayang menyayangi yang menjadikan diri  sebagai fitrah kehidupan yang perlu ada dalam diri kita. Sebenarnya  adanya ehsan sudah terpancar didalam perut ibu lagi. Begitulah kita  lahir dapat belaian dan kasih sayang dari situ kita mengenal erti  keehsanan yang sepatutnya kita pupukkan dalam diri kita sendiri. Iman,  iman seperti yang saya jelaskan di atas mengenal kepercayaan dan bukti  bukti juga berapa contoh yang tertulis. Begitu juga dengan taqwa  merangkumi semua aspek ibadah dan sebagainya. Satu lagi sedang aqidah  yang ingin saya ketengahan pada mereka yang syirik menduakan Allah atau  percaya pada sesuatu selain dari Allah. Meminta tolong pada bomoh dan  jin untuk mendapat kemenangan dalam diri mereka adalah berdosa besar.  Boleh termasuk dalam golongan orang yang dimungkari Allah.
Saranan:
Akidah  Islam yang ada dalam hati umat Islam kini mungkin tidak begitu mantap  menyebabkan mereka tidak dapat mencapai kegemilangan sebagaimana umat  Islam di zaman Nabi saw dan para Sahabat. Umat Islam pada hari ini  begitu rapuh akidahnya. Lantaran itu mereka amat mudah terpengaruh  dengan berbagai-bagai unsur negatif. Kemunduran umat Islam kini kerana  mereka semakin jauh dari menghayati Akidah Islam yang sebenar. 
Ingin  saya sarankan untuk kepentingan mempertingkatkan diri dalam keimanan,  menyelami, mendalami, penyelidikan dan tambahkan ilmu dalam Ilmu Tauhid  ini penting untuk semua golongan terutama golongan muda bermula dari  bila pandai bertutur. Perlu memupukkan kepercayaan pada anak anak kecil  sehinggalah golongan dewasa. Kepentingan ini wajib untuk membaiki diri  dari semasa ke semasa. 
Seperti firman Allah:
"Dia  menciptakan beberapa langit tanpa tiang yang kamu lihat, dan Dia  mengadakan gunung-ganang di muka bumi supaya jangan ia bergoyang-goyang  bersama kamu dan Dia menyebarkan di muka bumi bermacam-macam haiwan.  Kami turunkan air hujan dari langit lalu Kami tumbuhkan di muka bumi  bermacam-macam tumbuhan yang baik".
(Luqman 31:10)
(Luqman 31:10)
Dan firman Allah dalam kepentingan dalam Aqidah keimanan :
"Rasulullah  telah beriman kepada apa yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, dan  juga orang yang beriman, semuanya beriman kepada Allah swt,  Malaikat-MalaikatNya, Kitab-KitabNya dan Rasul-RasulNya". 
(al-Baqarah : 285)
(al-Baqarah : 285)
Semoga kita mendapat manfaatkan untuk dunia dan akhirat dan tidak putus untuk kita diberikan hidayah dariNya. Terima kasih.
Rujukan:
Dari Abdullah bin Abdul Hamid Al-Atsari   dari buku Aqidah Islamiyah terbitan indonesia
Farid Achmad Okbah dari buku Aqidah Islamiyah terbitan Indonesia
Ustaz Osman Jantan Ilmu Tauhid terbitan Singapura
rujukan buku Akidah Islam: Pola Hidup Manusia Beriman tulisan Sayid Sabiq 
Dari tajuk perbincangan dalam kuliyyah Diploma in Islam pada tahun 2006-2007
·         Dr Che’amnah pensyarah dari UIA
·         Dr Mohammad Solihin dari UIA
Berapa  rujukan dari pandangan sendiri dalam essei aqidah sewaktu pengambil  Diploma in Islam bawah naungan UIA pada tahun 2006-2007
Rujukan juga Al Quran dan terjermahan.
Jazakallah Khair:
Salbiah Sirat
Dalam module Aqidah IslamiyahARTIKEL TERKAIT:








0 komentar:
Posting Komentar